Hemat Energi Demi Pemerataan Listrik

Nur Resti Agtadwimawanti

Penulis

Hemat Energi Demi Pemerataan Listrik

Intisari-Online.com - Saat ini, sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia berasal dari pembakaran energi fosil yang dapat menyebabkan polusi gas rumah kaca. Ini akan berdampak pada munculnya pemanasan global, perubahan iklim, serta kerusakan lingkungan hidup. Bahkan, dalam laporan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) pada 2009 dikatakan bahwa emisi gas rumah kaca dari penggunaan listrik akan bertambah 7 kali lipat dalam 25 tahun.

Efisiensi energi bisa jadi salah satu langkah dalam upaya konservasi energi. Efisiensi energi ini dapat mengurangi penggunaan energi fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas bumi yang selama ini sangat dominan dalam kehidupan kita. Kita perlu ingat, energi yang berasal dari fosil ini suatu saat pun akan habis bila terus dieksploitasi. Pun, efisiensi energi dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan kerusakan lingkungan hidup.

Faktanya, sektor rumah tangga menghabiskan sekitar 11% dari total energi di Indonesia. Itu sebabnya, upaya efisiensi energi dalam sektor ini sangatlah penting. “Konsumsi energi yang peningkatannya paling cepat itu sektor rumah tangga ya,” ujar S. Astrid Kusumawardhani, Manajer Informasi dan Komunikasi Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia (EECCHI). Itu disebabkan semakin banyaknya rumah yang dibangun. Kondisi ekonomi yang semakin baik juga menimbulkan perilaku konsumtif. “Semakin bagus kondisi ekonominya, konsuminya semakin meningkat,” tambah Astrid. Misalnya, dengan membeli barang elektronik secara berlebihan.

Perlu kita ketahui, rasio elektrifikasi di Indonesia itu masih sekitar 50-70%. Sementara 23% dari persentase listrik yang ada di Jawa dan Bali, terpusat di Jakarta dan Tangerang. “Jadi bagi kita yang hidup di Jakarta dan Tangerang sebenarnya jauh lebih beruntung dari teman-teman yang di luar area tersebut yang asupan listriknya lebih sedikit. Pun, jauh lebih beruntung lagi dari mereka yang belum mendapatkan asupan listrik,” jelas Verena Puspawardani, Koordinator Kampanye Program Iklim dan Energi World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia.

Verena menambahkan, hemat energi bisa juga diartikan sebagai “bantuan” tak langsung kita untuk teman-teman yang belum mendapatkan asupan listrik. Selama ini, pembangkit listrik kita bekerja berdasarkan tren. Kalau tren penggunaan listrik Jakarta-Tangerang tinggi, secara otomatis mesin akan memforsir untuk memasok listrik ke area tersebut yang lebih banyak membutuhkan listrik. “Kalau masyarakat Jakarta-Tangerang ini bisa mengubah gaya hidup lebih hemat energi, listrik bisa dialihkan ke tempat lain.”

Hemat energi, artinya juga hemat biaya. Kok bisa? Boleh dibilang biaya listrik menjadi biaya rutin dalam rumah tangga. Dengan menghemat energi, biaya listrik yang harus kita bayar pun akan berkurang. Jika kita bisa hemat energi, berarti kita bisa hemat dari biaya rutin. Nah, dana tersebut bisa dialokasikan untuk hal lain, misalnya biaya pendidikan anak atau kesehatan.

Jadi, hemat energi bisa membuat hemat biaya, membantu teman-teman yang punya keterbatasan listrik, juga bisa membantu bumi dalam hal menurunkan emisi. Lihat, betapa banyak manfaatnya bila kita menerapkan pola hidup hemat energi!

Langkah pertama dalam menghemat energi tentu saja dengan mengetahui konsumsi energi kita dalam kehidupan sehari-hari. Dengan tahu porsi pemakaian energi dalam rumah tangga, kita bisa mengatur pemakaiannya agar tak berlebihan.

Praktisnya, kita bisa mengetahui konsumsi energi dengan mengeklik situs EECCHI (www.konservasienergiindonesia.info). Di situs itu ada Kalkulator Energi yang dapat menghitung cepat konsumsi energi sehari-hari dalam lingkup rumah tangga. “Pasti ada margin of error, tapi sudah lumayan mendekati angka riilnya,” kata Astrid. Lalu, bagaimana menghitung karbon yang kita hasilkan setiap hari? Kita bisa mengalikan energi (kWh) yang kita gunakan dengan koefisien emisi CO2 di Indonesia. Menurut IPPC tahun 1998, koefisien emisi CO2 adalah 781.2621 gram/kWh.