Find Us On Social Media :

Habis Ditanam, Ya Mangrove Harus Dirawat

By Nur Resti Agtadwimawanti, Kamis, 26 Juli 2012 | 12:00 WIB

Habis Ditanam, Ya Mangrove Harus Dirawat

Intisari-Online.com - Ibarat pepatah, lebih sulit mempertahankan ketimbang mendapatkan. Ini pula yang berlaku pada upaya konservasi mangrove di Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya). Pemeliharaan akan menjadi tantangan selanjutnya ketika mangrove sudah ditanam.

Kawasan Pamurbaya ini bisa dianggap sebagai hasil partisipasi penuh masyarakat. Artinya, sudah ada perhatian dari masyarakat sekitar terhadap konservasi. Mangrove hasil tanam warga pun dapat kita temui di tepi sungai dekat Pamurbaya. “Cuma ya memang betul kurang support, baik teknis (cara penanaman dan pemeliharaan yang baik), juga tentang keanekaragaman hayati. Tidak semua orang paham dengan morfologi setempat," ungkap Immanuel Harjo Pradoto, Koordinator Program IDEP, yayasan yang bergelut di bidang penanggulan bencana dan pelestarian lingkungan.

Lalu, bagaimana merawat mangrove? “Minimal, memantau ya. Kalau ada plastik nempel, diambil. Kalau ada tanaman mati, diganti yang baru,” jelas Immanuel. Perlu diingat juga, mangrove yang kita tanam tak 100% bisa tumbuh sempurna dan berkembang. Rata-rata kemungkinan hidup mangrove bila berhadapan dengan bibir pantai langsung ternyata hanya sekitar 20%, tanpa perawatan. Bandingkan bila ada perawatan. Kemungkinan hidupnya bisa mencapai 80%!

Jadi, kemungkinan mati sangat bisa terjadi. Entah itu karena stres bawaan perjalanan atau posisi penanaman yang tidak bagus, juga perubahan arus. Polutan super tinggi juga kerap menjadi kendala berkembangnya mangrove yang belum berumur 2 tahun. Ia belum efektif menyerap polutan dan menurunkan kadar toxic, layaknya fungsi mangrove.

Minimal perawatan bisa dilakukan sampai mangrove tertanam kuat, sekitar 2 tahun. Tapi, beda wilayah tentu beda perlakuan. Mudahnya, paling tidak bisa dibuat semacam palang dari bambu untuk menahan sampah dan endapan. Faktanya, endapan ini bagus untuk nutrisi tanaman sehingga akan sangat disayangkan bila ikut terbawa arus.

Namun, Immanuel menambahkan, bahwa sebenarnya “kuncinya” terletak pada teknik menanam. Menurut dia, kadang ada semacam benturan kepentingan. Misalnya aspek estetika lebih dikedepankan. Jenis Rhizophora yang bentuknya indah bisa jadi menarik dan memperindah pantai. Sayangnya, kurang cocok ditanam di bibir pantai karena butuh waktu yang lama untuk tumbuh. Beda bila Rhizophora ditanam di bibir sungai. Ia akan cepat tumbuh, bahkan dalam waktu 2 tahun bisa mencapai 1,5-2 meter. “Kalau teknisnya enggak bagus, akhirnya membawa persoalan baru,” terang Immanuel.

Harus diakui, bicara seputar kawasan mangrove itu memang kompleks. Faktor keberlangsungan hidup mangrove itu sendiri pun sangat beragam, termasuk kelakuan manusia. Gampangnya, sampah. Sampah bisa datang dari hulu dan dari laut. Terlebih, menurut Immanuel, saat perpindahan musim angin barat. Kiriman sampah akan lebih banyak berasal dari laut daripada darat. Kalau sudah begini, bergotong royong pun tak akan cukup membersihkannya.

Sampah menjadi persoalan besar, bukan hanya sekadar menyuguhkan pemandangan yang buruk tapi juga merusak habitat mangrove. Terutama untuk mangrove muda. Bila ada plastik menempel pada tajuk baru, energi terpaan arus akan lebih besar 3 kali lipat. Tentu ini akan membuat mangrove berupaya lebih keras untuk bertahan hidup. “Kalau inisiatif menanam tidak dibarengi dengan komitmen merawat, tentu berat,” tegas Immanuel. Nah, apakah Anda sudah merawat Mangrove yang ada di lingkungan Anda?