Penulis
Intisari-Online.com – Coba perhatikan setiap Anda masuk ke mal di akhir pekan atau jam makan siang pada hari kerja. Terkadang kita susah mencari tempat parkir kendaraan padahal lahan parkir mal bertingkat-tingkat. Bukan soal susahnya yang kita bahas kali ini, namun efek yang ditimbulkan terhadap lingkungan. Berapa polutan menyembur dari asap knalpot ratusan dan mungkin ribuan mobil itu saat masuk atau keluar bangunan parkir.
Di luar masalah tadi, tersembul inovasi untuk mengurangi efek jahat polutan tadi. Berharap pada transportasi yang nyaman butuh waktu – sehingga ke mal nantinya tak lagi harus berkendaraan pribadi – maka inovasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini bisa menjadi solusi. Dinding bangunan bisa dijadikan kebun vertikal penyerap polutan karbon dioksida.
”Pemerintah Singapura sudah merespons inovasi dinding kebun vertikal (vertical green wall) yang kami buat,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Suprapedi ketika ditemui pada acara Seminar Ekonomi Hijau-Science Council Asia, Senin (9/7), di Bogor, Jawa Barat, seperti yang dikutip Kompas.
Serat alam
Pembuatan dinding kebun vertikal menggunakan serat alami bambu, pelepah sawit, dan pakis. Menurut Suprapedi, ide inovasi ini berawal dari gagasan Kepala LIPI Lukman Hakim yang mengharapkan hasil kegiatan riset itu besar, signifikan, dan nyata.
Hasil riset diharapkan membawa dampak ekonomi yang besar dan signifikan dalam bidang keilmuan serta nyata dapat diwujudkan.
Dinding kebun vertikal memadukan hasil riset UPT Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial LIPI sekitar tahun 1990 berupa papan komposit dari serat alami dan teknologi pupuk beyonic LIPI hasil penelitian tahun 2009-2011.
Istilah beyonic adalah kependekan dari beyond organic. Nama itu digunakan untuk pupuk organik yang diperkaya dengan mikroba yang jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pupuk beyonic LIPI bisa ditujukan untuk kegiatan bioremediasi (pemulihan) lahan kritis, seperti bekas tambang. Caranya, dengan menambahkan mikroba yang sesuai untuk pemulihan tanah tersebut.
Mikroba bisa diisolasi dari daerah setempat, kemudian dikembangbiakkan dan ditanamkan pada pupuk cair organik tersebut.
Pembuatan
Mohamad Gopar menjelaskan, pembuatan papan komposit menggunakan pelepah kelapa sawit dan bambu betung dengan usia tanam lima tahun. Pelepah dan bambu dipotong-potong dengan ukuran 2 meter, lalu dibelah dua untuk bahan berdiameter kecil atau dibelah empat untuk bahan berdiameter besar.
Potongan-potongan itu dipipihkan dengan alat bamboo crusher hingga diperoleh serat bambu dan pelepah sawit. Serat kemudian dipotong-potong dengan ukuran 5-6 sentimeter dengan mesin drum chipper.
Serat hasil pemotongan drum chipper dimasukkan ke mesin ring flaker hingga diperoleh serat seragam yang lebih kecil. Serat kemudian dikeringkan di dalam oven dengan temperatur 75 derajat Celsius selama tiga hari.
Berikutnya, serat dicampur dengan perekat tahan air 5-10 persen. Dengan kerapatan serat 0,3-0,4 gram per sentimeter kubik, serat kemudian dicetak dengan pengempaan sampai suhu 130 derajat Celsius.
”Papan itu kemudian dilubangi dan sudah menjadi medium tanam kebun vertikal,” kata Suprapedi.
Kebun vertikal adalah sebuah kebutuhan di tengah kota yang makin pengap dan polutif. Ternyata hasil riset peneliti Indonesia mampu menjawabnya.