Find Us On Social Media :

Capung Menentukan Kualitas Mata Air

By Agus Surono, Senin, 6 Mei 2013 | 18:19 WIB

Capung Menentukan Kualitas Mata Air

Intisari-Online.com- Bagi yang tinggal di perkotaan, bisa jadi sudah jarang melihat capung. (Odonata). Padahal capung memiliki peran sebagai bio-indikator lingkungan. Seperti yang dituturkan Tabita Makitan dari Indonesia Dragonfly Society (IDS) kepada Mongabay-Indonesia, capung dapat dijadikan indikator air. Capung bertelur di dalam air kemudian menjadi nimfa (serangga yang hidup di dalam air). Nimfa capung inilah yang sensitif terhadap pencemaran sehingga membantu kita menandai mana air yang masih baik mana yang tidak.

Saat menjadi capung dewasa ada beberapa jenis yang hanya bisa hidup di hutan atau perairan alami dan keberadaan capung-capung tersebutlah yang dapat menjadi pertanda. Sebagai predator, capung berperan penting dalam keseimbangan ekosistem terutama dalam dunia pertanian karena ia memakan hama yang kadang mengganggu tanaman seperti kutu daun dan wereng. Selain itu, nyamuk juga salah satu serangga yang menjadi makanan capung.

Sayangnya, sampai saat ini belum bisa dipastikan berapa jumlah odonata di Indonesia. Riset yang dilakukan oleh IDS masih belum bisa memastikan berapa jumlah pasti dari jenis odonata di Indonesia. Tabita Makitan menambahkan, diperkirakan ada 700 jenis di Indonesia. Namun belum bisa dipastikan di mana tempat yang paling banyak ditemukan capung karena selama ini mereka baru mengeksplorasi di seputar pulau Jawa. Indonesia sendiri belum punya data pasti berapa jumlah capung yang ada dan hingga kini belum ada ahli capung dari Indonesia.

Menjaga keberadaan capung sangat mudah, salah satunya dengan tidak membuang sampah di sungai. Selain itu kita juga dapat membuat habitat buatan atau kolam untuk capung. Saat ini, habitat capung sudah banyak terampas bahkan sebelum kita mengerti peran dan manfaat capung. Saat ini di berbagai wilayah di Indonesia, banyak areal persawahan (terutama dalam pertanian modern) sudah bergantung pada pestisida. Capung dan serangga-serangga lain yang tidak tahan terpaksa pergi. Begitu juga jika sungai-sungai kotor. Capung-capung enggan bertelur di lokasi tersebut. Sementara habitat capung yang sudah digantikan dengan gedung-gedung tinggi juga membuat capung hanya tinggal cerita.

Dengan menjaga lingkungan tetap alami dan tidak memakai dan mengkontaminasi lingkungan dengan bahan-bahan kimia maka akan menjaga keberlangsungan siklus kehidupan. “Lingkungan yang alami pasti akan menghadirkan capung dan juga makhluk hidup lain sehingga ada keseimbangan di dalamnya,” tutup Tabita.