Konservasi ala Adat Kasepuhan

Rusman Nurjaman

Penulis

Konservasi ala Adat Kasepuhan

Intisari-Online.com - Wilayah hutan Gunung Halimun Salak merupakan ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Pulau Jawa. Kawasan ini menyimpan ribuan jenis flora yang hidup dalam sejumlah ekosistem. Mulai dari dataran rendah, montana, submontana, hingga hutan lumut. Wilayah yang telah ditetapkan statusnya sebagai Taman Nasional ini menggabungkan dua ekosistem Gunung Halimun dan Gunung Salak. Luas totalnya 113.357 hektar yang secara administratif masuk ke wilayah Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Lebak.

Uniknya, area hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak ini juga dihuni oleh beberapa komunitas adat Kasepuhan Banten Kidul. Dengan caranya sendiri, mereka ikut menyokong dan bahkan jadi bagian penting dari keutuhan ekosistem hutan alam Gunung Halimun Salak sejak ratusan tahun silam.

Jika beruntung, kita bisa bertandang ke sana menjelang dihelatnya upacara adat Seren Taun (Pesta Panen Tahunan). Tiga orang warga Kasepuhan Banten Kidul akan memainkan alat musik tradisional dari bambu, dok-dok lojor. Mereka dengan bergembira memainkan alat musik itu dalam pesta panen tahunan.

Upacara ini diadakan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil alam yang mereka peroleh. Panen padi secara turun-temurun disimpan dalam Leuit si Jimat, lumbung komunal yang menjadi simbol kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat kasepuhan.

Dengan bertumpu pada ekoreligi padi, komunitas penganut tradisi kasepuhan ini memiliki konsep penataan ruang di kawasan hutan secara turun-temurun. Pembagian ruang yang terkait dengan sistem organisasi sosial, religi, dan hukum adat menyebabkan mereka harus berinteraksi dengan pihak lain yang memiliki sistem zonasi berbeda: negara dan masyarakat nonkasepuhan. Kesepakatan sosial telah terpintal antara masyarakat dengan pengelola dan para pihak lainnya.

Cara inilah yang turut menopang kelestarian hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. (National Geographic)