Penulis
Intisari-Online.com -Intensitas curah hujan yang tinggi terus menerus pada Januari dan Februari 2014 ini menyebabkan Jakarta seolah tak henti dilanda musibah banjir. Bahkan banjir terus muncul setiap usai turun hujan, dengan dampak yang terus meluas. Akibatnya sebagian warga Jakarta sampai berpendapat, banjir kini tidak lagi lima tahunan, tapi sudah setiap tahun.
Sebenarnya Pemprov DKI Jakarta tidak kurang upayanya dalam mengatasi banjir. Sebut saja normalisasi sungai, waduk, saluran mikro, hingga drainase. Tapi mengapa Jakarta masih banjir? Rupanya ada dua persoalan di bawah ini:
1. Baru empat dari 13 sungai besar yang dinormalisasi
Dari empat sungai besar yang dinormalisasi, itu pun belum seratus persen rampung. Sungai-sungai lain yang akan dinormalisasi baru akan diselesaikan berikutnya, setelah proyek awal rampung.
Kendalanya, menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum Jakarta Manggas Rudy Siahaan seperti dikutip Kompas.com, masih ada permukiman warga di bantaran sungai yang menyebabkan alat berat susah masuk. Misalnya Sungai Ciliwung, seharusnya lebarnya 50 m dengan trase kering di sisi kanan dan kirinya 15 m. Namun akibat adanya pemukiman, lebar sungai itu akhirnya hanya 20 m. Kondisi itu terjadi di semua sungai besar di Jakarta.
Jika bantaran sungai bersih dari permukiman dan dijadikan ruang terbuka hijau (RTH), Rudy meyakini, normalisasi sungai berjalan lancar. Perlu juga untuk menambah tempat-tempat penampungan air, baik di hulu maupun di Jakarta, bukan tak mungkin cita-cita Ibu Kota bebas dari banjir dapat terlaksana.
2. Sistem drainase yang tumpang tindih
Sistem drainase yang ada di Jakarta seharusnya diperuntukkan bagi debit air hujan di jalan. Tapi kenyataannya, saluran ini juga harus menampung buangan rumah tangga. Kondisi ini semakin parah dengan adanya utilitas, sampah, serta lumpur endapan. Akibatnya luas penampang saluran mengecil dan hanya mampu sedikit menampung debit air.
Solusinya, menurut Rudy, melalui pemasangan ducting di setiap saluran rumah tangga dan drainase. “Nanti semuanya ada jalur alirannya sendiri-sendiri. Tapi, itu butuh waktu lama," ujarnya. Saat ini, sistem pembuangan air limbah di Jakarta baru terealisasi tiga persen, di Setiabudi dan Kuningan, Jakarta Selatan. Sistem drainase juga menjadi tidak maksimal akibat banyaknya utilitas. Tak sedikit utilitas yang ditempatkan dengan menyalahi aturannya yakni di kedalaman 1,3 m. Seharusnya, menurut Rudy, galian-galian yang tidak sesuai ketentuan itu termasuk dalam perusakan infrastruktur negara. Ancamannya pidana.