Penulis
Intisari-Online.com – Majelas Ulama Indonesia atau MUI mengumumkan fatwa haram tentang perdagangan hewan liar di Indonesia. Fatwa itu dengan jelas mengharamkan semua aktivitas perdagangan hewan liar, seperti perburuan dan perdagangan hewan-hewan langka.
Kemunculan fatwa ini diinspirasi oleh perjalanan ke Sumatra yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin muslim, berkoordinasi dengan Universitas Nasional (UNAS), WWF-Indonesia, dan Alliance of Religions and Conservation yang berkedudukan di Inggris Raya. Kementerian Kehutanan Indonesia dan organisasi HarimauKita juga berpartisipasi dalam menawarkan konsultasi tambahan.
Dalam dialog komunitas bersama para perwakilan penduduk desa, untuk membahas hubungan antara penduduk dengan gajah dan harimau Sumatera, beberapa penduduk menanyakan perihal status binatang tersebut melalui perspektif islam.
Para pemimpin Muslim itu pun menjawab, “mereka juga sama-sama ciptaan Tuhan, seperti kita juga. Haram hukumnya untuk membunuh mereka, dan menjaga mereka agar tetap hidup adalah bagian dari ibadah kepada Tuhan.”
Perdagangan Liar yang Mengkhawatirkan
Fatwa ini muncul saat kejahatan lintas negara ini telah mencapai fase yang benar-benar mengkhawatirkan. Beban pun jatuh pada negara-negara yang kaya alam dan satwa liarnya, sebut saja Indonesia.
Fatwa ini juga muncul, saat pemerintah coba untuk membentuk peraturan hukum dan menyiapkan penegak hukum, untuk melawan sindikat perdagangan liar yang semakin hari terus berkembang dan makin jahat.
Majelis Ulama Indonesia berharap, fatwa ini akan menjembatani kesenjangan antara hukum formal dan kejahatan, juga dapat memberikan petunjuk kepada umat muslim Indonesia, sehingga bisa mengurangi perdagangan satwa liar. Agama memang memegang peranan penting sebagai pengendali dalam mengonsumsi binatang, yang beberapa diantaranya mulai terancam punah.Di tahun 2005, Dalai Lama menghimbau umatnya untuk mengakhiri perdagangan liar, begitupun dengan orang-orang dari Gereja Baptis Nazaret di Afrika Selatan, mereka mulai mengganti kulit leopard sebagai alat keagamaan dengan kulit imitasi. (nationalgeographic.com)