Penulis
Permainan memanggil roh nini thowong ternyata juga tercatat dalam The History of Java karya Thomas Raffles. Aslinya dari Yogyakarta.
Intisari-Online.com -Dalam The History of Java, Thomas Raffles tak hanya membahas soal yang canggih-canggih saja terkait kondisi masyarakat Jawa.
Dalam buku itu, Raffles ternyata juga menyinggung soal permainan memanggil roh Nini Thowong.
Permainan ini berasal dari katanini (gadis) dan thowong (pucat).
Secara harafiah nini thowong bisa diartikan sebagai gadis yang pucat.
Sejak kapan permainan memanggil roh ini muncul, tidak ada seorang pun mampu menebak dengan pasti.
"Kami hanya meneruskan tradisi leluhur," ujar Pujodarsono, kepala Dusun Grudo, Bantul, Yogyakarta, kepada Intisari bertahun-tahun yang lalu.
Dolanan nini thowong yang juga disebut Nini Diwut, nampaknya sudah sangat tua.
Raffles dalam buku The History of Java jilid 1 pernah menyinggung sedikit.
Katanya, permainan ini sangat aneh, karena berbau magis.
Biasanya permainan diselenggarakan pada bulan purnama, ditabuhi gamelan nini thowok menari-nari sendiri bersama dua gadis.
Sementara dalam Tijdschrift tahun 1901, Dr. G.A.J Bazeu menulis agak panjang.
Menurutnya, permainan magis ini awalnya berasal dari lingkungan keraton kemudian berkembang ke luar keraton.
Pada masa Pakubuwono VI, nini thowong sering kali dimainkan oleh putri-putri bangsawan.
Namun, janda di luar keraton secara sembunyi-sembunyi sering memainkannya.
Sebab, nini thowong bisa meramalkan nasib masa depannya.
Termasuk siapa dan dari mana jodohnya.
Karena itu, para janda bersedia puasa tiga hari sebelum memainkannya.
"Permainan nini thowong jelas memanfaatkan roh halus untuk masuk ke dalam tubuh boneka," ujar Pak Supri paranormal dari Yogyakarta selatan.
Perbuatan magis yang dilakukan oleh dukun dengan konsentrasi penuh sambil mengucapkan mantera berulang-ulang, diiringi gamelan yang monoton, pada dasarnya akan mempengaruhi jiwa manusia menjadi tak sadar atau trance.
Di saat itulah dia mentransformasikan kondisinya ke boneka nini thowong yang ia pegang.
"Proses ritual semacam itu saya namakan kontak magis," ujarnya lagi.
Praktik semacam ini sudah lama dilakukan orang, mirip dengan shaman yang menusuk jantung boneka untuk mencelakakan orang.
Atau pemakaian katak dan penyiraman badan dukun itu sendiri untuk mendatangkan hujan.
Nini Thowong merupakan permainan tradisional dari Yogyakarta.
Permainan ini di daerah lain dikenal pula dengan nama Nini Towok, Nini Edhok, Nini Dhiwut, Cowongan, dan lain sebagainya.
Sekilas, boneka Nini Thowong mirip jelangkung, tetapi berbeda dalam hal pakaian yang dikenakan dan cara memainkannya.
Seni spiritual Nini Thowong menurut penduduk setempat berawal dari kesenian sejak zaman Mataram dipimpin oleh Panembahan Senapati.
Cara main nini thowong: para pembuat boneka biasanya akanmengambil dan memilih roh-roh yang dirasa baik untuk dimasukan ke dalam boneka tersebut.
Sehingga ketika dimainkan boneka akan bergerak.
Nini Towong ini adalah suatu permainan yang dibuat dari siwur (gayung air dari tempurung bertangkai panjang).
Siwur ini dianggap seolah-olah kepala, kemudian badannya terbuat dari icir (bubu, alat penangkap ikan).
Siwur tadi dihias seperti wajah anak perempuan, dan badannya pun dihias dengan baju wanita, selendang, kain, dan setagen (ikat pinggang).
Dulu, Nini Towong bukan sekadar permainan biasa, tetapi adalah suatu upacara untuk memanggil hujan, pengobatan, pesugihan, atau mencari barang yang hilang.
Permainan ini adalah simbol bawah masyarakat Jawa masih punya banyak pemuja roh-roh.