Find Us On Social Media :

Inilah Perbandingan Pengaruh Televisi dan Buku terhadap Otak (2)

By Moh. Habib Asyhad, Minggu, 19 Juni 2016 | 15:00 WIB

Inilah Perbandingan Pengaruh Televisi dan Buku terhadap Otak (2)

Intisari-Online.com - Ada beberapa orang yang bilang, matikan TV-mu dan bacalah bukumu. Semengerikan itukah televisi? Sebermanfaat itukah buku? Apakah selama televisi buruk bagi otak? Apakah selamanya buku bagus bagi otak? Beberapa peneliti menghabiskan ribuan jam mencari perbandingan pengaruh televisi dan buku terhadap otak.

Buku

Orang bilang,  membuka buku adalah membuka jendela dunia. Survei yang dilakukan oleh Pew Research Center menemukan, 15% orang membaca buku untuk ‘melarikan diri’ ke dunia imajinasi mereka. Sementara 26% orang yang membaca buku mengatakan bahwa mereka menikmati belajar, memperoleh pengetahuan dan menemukan informasi dari membaca buku.

Ternyata membaca memiliki manfaat bagi kesehatan. Membaca memperkuat jalur saraf. Bahkan di usia muda, anak yang dibacakan buku oleh orangtuanya mengembangkan lima kemampuan membaca, termasuk kosakata yang lebih banyak, pengenalan kata melalui ucapan, kemampuan untuk menghubungkan huruf tertulis dengan yang dilisankan, pemahaman terhadap bacaan, dan kelancaran untuk membaca teks secara akurat dan cepat.

Meskipun memiliki banyak manfaat, diperkirakan sekitar 42% lulusan perguruan tinggi tak lagi membaca buku setelah mereka memperoleh gelarnya. Padahal, meski otak kita sudah berhenti berkembang, bukan berarti kita tak perlu membaca lagi.

Sebuah studi yang dilakukan oleh tim peneliti dari Emory University mengungkap bahwa buku dapat merangsang perubahan dalam konektivitas otak. Dari penelitian tersebut, peneliti mengungkapkan bahwa otak partisipan masih menunjukkan tingkat konektivitas yang sama dengan saat membaca, meski waktu membaca sudah lima hari berlalu.

“Perubahan saraf yang kami temukan berhubungan dengan sensasi fisik dan sistem gerakan. Hal itu menunjukkan bahwa membaca novel dapat membuat anda seolah-olah menjadi tokoh dalam novel tersebut,” ujar ahli saraf Gregory Berns, penulis utama studi dan direktur Emory’s Center for Neuropolicy.

Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa membaca cerita dapat mengatur ulang jaringan otak selama beberapa hari. Hal ini juga mungkin menunjukkan bagaimana peran kegiatan membaca dalam membentuk otak anak.