Mengenal Istilah Tingalan Dalem Jumenengan, Peringatan Kenaikan Takhta Raja Mataram Islam

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Prosesi tingalan dalam jumenengan di Kesultanan Yogyakarta atau Keraton Yogyakarta. Punya perbedaan dengan di Keraton Surakarta.

Prosesi tingalan dalam jumenengan di Kesultanan Yogyakarta atau Keraton Yogyakarta. Punya perbedaan dengan di Keraton Surakarta.

Intisari-Online.com -Ada banyak istilah dalam keraton Mataram Islam yang barangkali kita tidak terlalu paham artinya.

Salah satunya adalah tingalan dalem jumenengan.

Apa itu?

Tingalan dalem jumenenganmerupakan upacara peringatan kenaikan takhta raja Mataram Islam.

Tingalan merupakan istilah bahasa Jawa yang artinya peringatan.

Sementara dalem adalah panggilan kerhomatan raja Mataram Islam danjumenengan yang berasal dari kata jumeneng dapat diartikan bertahta.

Dalam tradisi Mataram Islam,tingalan dalem jumenenganadalah upacara adat yang sakral dan telah berlangsung secara turun-temurun.

Upacara iniharus dilakukan oleh empat kerajaan keturunan Mataram Islam.

Keempatnya adalah Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Pura Mangkunegaran Surakarta, dan Kadipaten Pakualaman Yogyakarta.

Waktu Pelaksanaan Tingalan Dalem Jumenengan dilakukan setiap tahun, yaitu setiap tanggal dua bulan Ruwah sesuai kalender Jawa.

Setiap kerajaan memiliki tata cara yang tidak sama persis, seperti Tingalan Dalem Jumenengan Kasunanan Surakarta dan Keraton Yogyakarta.

Lalu apa bedanyatingalan dalem jumenengan di Kasultanan Yogyakarta dan di Kasunanan Surakarta?

Tingalan Dalem Jumenengan Keraton Surakarta

Kesakralan Tingalan Dalem Jumenengan di Keraton Kasunanan Surakarta ditandai dengan digelarnya Tari Bedhaya Ketawang.

Tari Bedhaya Ketawang merupakan simbol dari perziarahan hidup manusia di bumi.

Perziarahan yang dimaksud mulai dari kelahiran, perjalanan hidup, kematian, hingga kehidupan alam semesta setelah di dunia.

Pandangan lain menyebutkan Tari Bedhaya Ketawang terhubung dengan Penguasa Laut Selatan, yakni Kanjeng Ratu Kidul.

Untuk itu, tarian ini banyak dinaungi nuansa mistis sebagai simbol hubungan batin antara Raja dengan Ratu Kidul.

Konon jumlah penari tidak sembilan melainkan 10.

Satu penari lagi dipercayasebagai penari gaib yang bergabung dalam tarian sakral tersebut.

Tari Bedhaya Ketawang akan diiringi dengan seperangkat gamelan yang memiliki daya magis.

Ketika tarian diperagakan,raja akan duduk meresapi setiap gerakan.

Setelah menyaksikan tarian, raja akan masuk ke Dalem Ageng.

Rangkaian perayaan Tingalan Dalem Jumenengan adalah pemberian gelar dan pengakatan abdi dalem, kirab kereta pusaka, dan kirab arak-arakan tumpeng.

Tingalan Dalem Jumenengan Keraton Yogyakarta

Sementara di Keraton Yogyakarta, puncaknya adalah sugenganuntuk memohon supaya Sultan panjang umur, semakin cemerlang, juga untuk kesejahteraan rakyat.

Setelah Sugengan, digelar Labuhan di beberapa petilasan yang dianggap sakral bagi Keraton Yogyakarta.

Upacara labuhan yang dilakukan di gunung dan laut untuk menjaga tugas sultan, berupa menjaga keselarasan alam, Hamemayu Hayuning Bawono.

Rangkaian Tingalan Dalem Jumenengan Keraton Yogyakarta

Ngebluk, 27 Rejeb

Ngebluk adalah membuat adonan apem, dilakukan dua hari menjelang Hajad Dalem Labuhan.

Prosesi ngebluk hanya dilakukan para wanita yang dipimpin permaisuri dan putri raja tertua, selain itu ada kerabat dan abdi dalem keparak.

Setelah menjadi jladren, adonan dipindahkan ke enceh (gentong berukuran besar) untuk didiamkan semalam agar mengembang.

Ngapem, 28 Rejeb

Keesokan harinya, ada kegiatan yang namanya ngapem, alias kegiatan membuat apem.

Apem yang dibuat dibedakan menjadi dua ukuran: apem kecil dan apem besar alias apem pustaka.

Biasanya apem mustaka akan disusun setinggi badan sultan.

Apem-apem itu nantinya akan dibagikan saatacara Sugengan.

Persiapan ubarampe 28 Rejeb

Umbarampe yang dimaksud adalah seperangkat pakaian yang akan digunakan sultan, terdiri atas seperangkat pakaian laki-laki dan perempuan, potongan kuku, potongan rambut, dan layon sekar.

Sugengan, 29 Rejeb

Sugengan merupakan puncak acara yang jatuh pada tanggal 29 Rejeb.

Sugengan merupakan acara selamatan yang dihadiri kerabat keraton dan abdi dalem.

Prosesi acara ini adalah permohonan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk keselamatan sultan dan keraton.

Usai upacara, apem dan nasi golong lengkap dibagikan kepada tamu yang hadir.

Selain itu, umbarampe labuhan dibawa ke Bangsal Srimanganti untuk disemayamkan selama satu malam.

Labuhan, 20 Rejeb

Keesokan harinya dilakukan upacara Labuhan. Labuhan diberangkatkan ke lokasi petilasan, yakn Parangkusumo, Gunung Lawu, Gunung Merapi, dan Dlepih Khayangan.

Itulah rangkaian acara tingalan dalem jumenengan baik Keraton Surakarta maupun Keraton Yogyakarta.

Artikel Terkait