Penulis
Mario Kempes menjadi salah satu legenda hidup terbesar Argentina, bersama Mardona dan Messi. Dia mengakhiri karier di Liga Indonesia bersama Pelita Jaya.
Intisari-Online.com -Jika berbicara legenda hidup timnas Argentina, biasanya nama Diego Maradona yang muncul.
Lalu belakangan muncul nama Lionel Messi.
Dua nama di atas menjadi besar dan dielu-elukan karena berhasil mempersembahkan tropi Piala Dunia untuk Argentina.
Sejatinya ada satu lagi legenda Argentina yang juga sukses mempersembahkan gelar Piala Dunia untuk negara Amerika Selatan itu.
Tepatnya Piala Dunia 1978.
Sosok legenda itu bernama Mario Kempes.
Bahkan bisa dibilang, Mario Kempes adalah pembuka keran tradisi juara Piala Dunia dalam diri Argetina.
Praktis sebelum 1978, juara Piala Dunia kalau tidak Brasil, ya Jerman, ya Uruguay, ya Italia.
Inggris pernah nyelip sekali, pada 1966.
Dan barangkali tak banyak yang ingat pula bahwa Mario Kempes pernah bermain di Liga Indonesia, tepatnya di klub Pelita Jaya.
Mario Kempes datang ke Indonesia dengan status sebagai legenda sepakbola Argentina dan legenda sepakbola dunia.
Dia pernah bermain dalam tiga edisi Piala Dunia bersama timnas Argentina, yakni pada 1974, 1978, dan 1982.
Tidak hanya ambil bagian, Kempes bahkan sukses membawa Argentina juara Piala Dunia 1978.
Kontribusi Kempes dalam keberhasilan La Albiceleste - julukan timnas Argentina - menjuarai Piala Dunia 1978 pun cukup besar.
Di skuad Argentina saat itu, Kempes berperan sebagai mesin gol.
Pada akhir turnamen, Kempes didaulat sebagai top scorer dengan koleksi enam gol.
Dari total enam gol yang dibukukan Kempes di sepanjang Piala Dunia 1978, dua gol di antaranya dicetak ketika Argentina mengalahkan Belanda dengan skor 3-1 pada laga final Piala Dunia 1978.
Tidak hanya di level timnas, Kempes juga berprestasi di level klub. Kempes mencapai masa emasnya saat bermain di Spanyol, bersama Valencia.
Sejak 1976 hingga 1981, pencapaian fenomenal berhasil dicatatkan Kempes bersama klub berjulukan El Che itu.
Dalam kurun waktu tersebut, Kempes mampu membawa Valencia meraih gelar juara pada ajang Piala Super Spanyol (1978-1979), Piala Winners (1979-1980), dan Piala Super Eropa (1980).
Pada musim panas 1981, Kempes meninggalkan Valencia untuk berlabuh di River Plate.
Namun baru semusim bermain bersama River Plate, Valencia kembali meminangnya.
Sayangnya, performa Kempes menurun pada periode keduanya membela Valencia.
Dalam dua musim kiprahnya, tidak ada gelar juara yang berhasil ditorehkan.
Bahkan, produktivitasnya menurun drastis.
Dari 42 laga yang dilakoni selama periode 1982 hingga 1984, Kempes hanya mampu mencatatkan 21 gol.
Hal tersebut membuat Valencia tak lagi bisa mempertahankan Kempes.
Dia kemudian berlabuh di klub Spanyol lainnya, Hercules.
Sayangnya, Kempes gagal mengembalikan performa terbaiknya di Hercules.
Kempes kemudian hijrah ke Austria dan bermain selama enam tahun di sana dari 1986 hingga 1992.
Dalam kurun waktu tersebut, dia membela tiga kesebelasan berbeda, yakni First Vienna, St. Polten, dan Kremser SC.
Dengan usia yang sudah tidak lagi muda, Kempes kesulitan untuk melanjutkan kariernya di Eropa.
Hingga akhirnya, dia mencoba menekuni bidang kepelatihan.
Dia sempat menjadi asisten pelatih di Valencia.
Hingga pada 1996, Kempes memutuskan hijrah ke Indonesia.
Dia menerima pinangan Pelita Jaya.
Saat itu, dia dikontrak sebagai pemain yang merangkap pelatih Pelita Jata.
Kempes dikontrak Pelita Jaya selama 10 bulan, dengan bayaran mencapai 4.200 dolar Amerika Serikat per bulan.
Kedatangan Kempes tak pelak menjadi daya tarik tersendiri bagi sepak bola Indonesia kala itu.
Maklum, nama Kempes sudah dikenal luas sebagai legenda sepak bola dunia dan pemenang Piala Dunia.
Meski sudah tidak lagi muda, Kempes masih bisa menunjukkan tajinya sebagai penyerang kelas dunia.
Bersama Pelita Jaya, Kempes bermain dalam 15 pertandingan dengan torehan 10 gol.
Pada 1997, Kempes memutuskan gantung sepatu supaya bisa lebih fokus dengan karier kepelatihannya.
Selain itu, usia Kempes juga sudah terlalu tua untuk ukuran pesepak bola, yaitu 43 tahun.
Sayangnya, karier Kempes di dunia kepelatihan tidak secemerlang saat menjadi pemain.
Selama berkarier sebagai pelatih, Kempes belum pernah dipercaya menangani klub dengan nama besar.
Kempes lebih banyak melatih kesebelasan-kesebelasan berstatus medioker dari Liga Albania, Bolivia, hingga Venezuela.
Bahkan, ia sempat juga melatih klub kecil asal Spanyol, San Fernando.
Karier kepelatihan Kempes berakhir pada 2001.
Meski begitu, karienya sebagai pelatih pernah menuai kebanggaan kala mampu membawa The Strongest juara di Liga Bolivia pada 1999.
Setelah karier kepelatihannya habis, Mario Kempes lebih banyak menghabiskan banyak waktunya dengan menjadi komentator di salah satu stasiun televisi olahraga terkenal dunia.