Penulis
Intisari-Online.com -Pramana Sukmajati kaget bukan kepalang ketika ada kabar pemutusan hubungan kerja di kantornya. Sepengatahuan Pram, tidak ada riwayat pemutusan kerja di perusahaan tempat Pram bekerja. Bahkan ada anekdot, bekerja di perusahaan tersebut laiknya PNS. Tidak akan dipecat kalau tidak mencuri dan melakukan tindakan melanggar hukum lainnya. Tapi Pram langsung move on dari PHK. Menurutnya, boleh meratapi, tapi lekaslah berpikir positif.
Sejatinya Pram termasuk orang yang selamat dari pemutusan hubungan kerja itu. Ia dan lima temannya yang tersisa masih dipercaya untuk meneruskan “sekoci” yang mereka nahkodai selama ini. Tapi di hati Pram, muncul pertanyaa: memangnya kalau bertahan, kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi? Ia lantas menegosiasikan sejumlah syarat untuk menjalankan sekoci itu, namun perusahaan tidak dapat memberikan garansi sepenuhnya.
Atas sejumlah pertimbangan, termasuk keluarga, Pram akhirnya mengajukan diri masuk ke dalam kelompok karyawna yang dirumahkan. Langkah itu ternyata diikuti teman-teman Pram yang dipertahankan tadi. Pram semakin yakin mengambil keputusan itu setelah tahu bahwa kondisi internal perusahaan sudah tidak mendukung untuk melakukan perubahan berarti.
Bagi Pram sendiri, tetap berada dalam perusahaan atau keluar sama-sama merupakan situasi yang dilematis, sama-sama berat, sama tidak jelas. Tapi ia berusaha meyakinkan diri untuk mengutamakan suara hati dan ingin bekerja dengan gembira. Dari situ ia juga belajar bahwa perusahaan bukanlah tempat bergantung. Ia akhirnya keluar dengan perasaan yang lebih plong, apalagi kelurga begitu mendukung langkahnya.
Setelah keluar, seperti halnya Agoeng, Pram memilih untuk membuka layananan penyediaan konten. Pram berpandangan, di era seperti sekarang, media masa dan penerbit sebaiknya fokus pada perencanaan produk dan membuat strategi jualan yang lebih baik, sehingga produknya laku. Urusan konten, baik yang berupa teks, foto, gambar, video, dll., sebenarnya bisa dialihkan. Nah, peluang inilah yang coba digarap oleh Pram dengan bendera Mediavista Publishing Services.
Terlepas dari kesuksesannya bangkit dari PHK, Pram juga mewanti-wanti setipa karyawan untuk tidak terlalu bergantung pada perusahaan tempat bekerja sekarang. “Terlalu bergantung kepada pihak lain akan membuat kita kurang jernih dalam berpikir. Suatu saat perusahaan kesulitan, ketahanan hidup kita dan keluarga menjadi taruhan. Penting untuk punya mental ‘survival’.”
Selain itu, penting untuk membuat perencanaan sedini mungkin. Cara ini ampuh sebagai langkah ntisipasi jika tiba-tiba ada pemutusan hubungan kerja sepihak oleh perusahaan. Pram memberi sedikit bocoran untuk bersikap “jeli” pada beberapa hal ini. Jeli dalam arti mengetahui “dalaman” perusahaan, bahkan soal keuangan, juga tahu apakah kita termasuk orang prioritas PHK.
“Nah, jika PHK itu akhirnya menghampiri, boleh saja meratapi nasib, tapi jangan kelamaan. Segera move on dari PHK dan tetap positif,” tutur Pram.
Tidak perlu juga “marahan” dengan manajemen perusahaan, karena dari mereka juga banyak yang berstatus karyawan yang hanya menjalankan instruksi dari atasan. Bisa jadi, banyak peluang yang kemudian juga terbuka dengan tetap menjaga hubungan dengan manajemen perusahan tersebu.