Find Us On Social Media :

Salah Kaprah dalam Memandang Bisnis

By Hyashinta Amadeus Onen Pratiwi, Rabu, 27 Agustus 2014 | 10:00 WIB

Salah Kaprah dalam Memandang Bisnis

Intisari-Online.com - Dalam masyarakat kita, berbisnis seakan belum menjadi pekerjaan yang bergengsi. Penjual gado-gado berpenghasilan Rp4 juta per bulan belum dihargai sebaik pegawai yang gajinya hanya sekitar Rp2 juta per bulan. Lihat saja sebutannya, sektor informal. Banyak salah kaprah dalam memandang bisnis.(Baca juga: 7 Karakteristik Orang yang Mempunyai Jiwa Bisnis dan Sukses Berbisnis
Anak penjual iklan tak mau jadi penjual ikan seperti ayahnya. Ayahnya pun mendukung, ‘Kamu jangan seperti Bapak.’ Sekolah yang tinggi lalu jadi kuli alias pegawai. Padahal, si bapak bisa menyekolahkan anaknya sampai sarjana dengan berjualan ikan. “Mengapa tak mendorong si anak meneruskan bisnisnya menjadi lebih besar dengan ilmu saat kuliah?”, tutur Wahyu. 
Beruntunglah Wahyu Saidi yang banyak bergaul dengan teman-teman keturunan etnis Tionghoa dari SD sampai SMU di Lubuk Linggau dan Palembang. Dari mereka pandangannya tentang bisnis mulai terbuka. Ia pun sudah tidak salah kaprah dalam memandan bisnis. 
“Saya perhatikan, hampir tak ada orang Tionghoa menganggur karena mereka tidak mencari kerja atau menunggu lowongan, tapi menciptakan usaha,” kata Wahyu. Bekal inilah yang mengilhami mantan manager proyek Jalan Tol Pondok Indah-Jagorawi dan Tol Sejajar Kali Malang ini merintis usaha sendiri daripada jadi karyawan.(Baca juga: Penyebab Umum Bisnis Kecil Bangkrut (1)
Memang tidak mudah. Ia harus menghapus empat anggapan salah kaprah dalam memandang bisnis, yaitu harus punya bakat, darah bisnis, modal, dan menghadapi banyak risiko. Banyak orang menganggap bisnis punya risiko tinggi. Padahal pegawai yang konon terjamin dengan gaji tetap bulanan dan pensiun sekalipun menghadapi risiko macam PHK atau karier terhambat. 
Soal rugi atau untung tak seberapa dihadapi Wahyu dalam tahap awal bisnisnya bertanam cabe, buncis, beternak ayam, ikan, dan membuka rumah makan ikan patin. Namun, pengalaman sepahit apa pun memberi pelajaran berharga. Bagi Wahyu, bisnis makanan dan rumah makan bisa memberi keuntungan 100% kalau dijalankan dengan benar. 
Ia telah membuktikannya. Diawali dengan menghapus anggapan salah kaprah dalam memandang bisnis. 
>> Tulisan ini dimuat di Majalah Intisari Edisi Khusus Family Financial Planning tahun 2005, ditulis oleh Christantiowati dengan judul asli "Salah Kaprah Dalam Berbisnis”.