Kisah Raja Terakhir Mesir, Dianggap Korup dan Gagal Menangi Perang!

Andreas Chris Febrianto Nugroho

Penulis

Raja Mesir Terakhir, Hari Ini Tepat 67 Tahun Runtuhnya Kerajaan Mesir

Intisari Online- 23 Juli 1952 menjadi kisah kelam bagi Kerajaan Mesir usai tergulingnya sang penguasa monarki terakhir di 'Negara Piramida' tersebut.

Ya, Raja Farouk tercatat sebagai raja Mesir terakhir sebelum revolusi berdarah terjadi di negara tersebut.

Sebelum merubah sistem pemerintahan menjadi republik, Mesir diketahui memang berbentuk kerajaan.

Mengutip dari Britannica, Selasa (23/7) kerajaan Mesir ternyata hanya berumur singkat, bahkan tidak sampai satu abad.

Tepatnya monarki tersebut didirikan oleh Inggris pada tahun 1920-an dan menunjuk ayah Farouk, Fu-ad I sebagai raja.

Sepeninggalan sang ayah, Farouk pun menaiki tahta sebagai penguasa Mesir tepatnya pada tahun 1936.

Namun naiknya Farouk sebagai pemimpin Mesir justru ditentang oleh sekelompok perwira militer dan Angkatan Udara Mesir.

Para penentang Farouk itu tergabung dalam Society of Free Officers yang memiliki tujuan menyingkirkan Inggris dan rezim Mesir.

Sejumlah perwira militer tersebut seperti Gamal Abdel Nasser dan Anwar Sadat yang kemudian dikenal sebagai politisi handal setelah runtuhnya kerajaan Mesir.

Dikutip dari History,kala itu politik Mesir memanas dan dimanfaatkan oleh Naseer untuk menonjolkan sosok Mohammad Naguib sebagai ujung tombak kudeta.

Pergerakan para perwira militer Mesir kala itu telah terendus oleh Farouk yang menuliskan dalam memoarnya bahwa ia melihat para prajurit berpangkat tinggi itu berkumpul di markas tentara.

Sekitar 30 sampai 40 perwira militer disebut Farouk ikut dalam persekongkolan untuk melancarkan kudeta kepada dirinya.

Mengutip dari Al Arabiya, para tentara yang membelot tadi segera menguasai militer dan hanya dalam satu hari kendali tentara berada di pihak revolusioner Mesir.

Akibatnya, Farouk pun kehilangan kuasanya meski ia masih memiliki banyak pengikut termasuk sejumlah informan.

Untuk menghindari dampak yang lebih besar, Farouk memutuskan untuk berlindung di Instana Ras el-Tin tepat di jantung kota Alexandria.

Baca Juga: Kisah Gao Yang, Kaisar China yang Dianggap Gila Karena Selalu Membunuh Orang Saat Mabuk

Bersama dengan istri, ketiga anak, dan ajudannya, Farouk segera menuju ke istana dengan melewati jalan-jalan kota yang penuh dengan penjagaan.

Sehari setelahnya, tentara yang dipimpin kelompok ini segera berjalan ke Alexandria, tempat di mana sang raja tinggal.

Pada 25 Juli, mereka mengumumkan jam malam karena adanya peristiwa penembakan di sepanjang jalan di kota Alexandria.

Namun hal mengejutkan terjadi ketika Farouk ditembaki oleh dua anggota kelompok pemberontak yang mengepung.

Upaya untuk membunuh Farouk tersebut gagal dan dibalas oleh sang Raja Mesir tersebut dengan tembakan balasan.

Tetapi para pengepung telah berhasil memotong saluran telepon istana.

Faroukkemudian menghubungi perdana menteri, Ali Maher, melalui saluran telepon darurat yang ia simpan.

Selain Maher, ia juga menghubuni duta besar AS untuk Mesir, Jeferson Carey dan memintanya menggunakan semua pengaruh untuk membantu keluarga kerajaan yang terkepung.

Sikap AS terhadap Kairo pada waktu itu tidak terlalu positif, karena ketidaksukaan pemerintah Amerika terhadap Farouk.

Namun, mereka meloloskan keinginan Farouk dan meminta para pengepung untuk tidak melukai raja beserta keluarganya.

Baca Juga: Baru Saja Erupsi, Ini 5 Mitos Gunung Merapi yang Menyimpan Banyak Misteri, Konon Ada Kerajaan Ghaib di Puncaknya

Sadatpunmenulis ultimatum resmi di kantor Maher bahwa raja harus turun tahta dan meninggalkan Mesir pada pukul 6 sore pada tanggal 26 Juli.

Namun Farouk mengajukan syarat mundur hanya jika surat-surat pengunduran dirinya formal dan konstitusional serta meminta izin untuk pergi ke kantor kehormatan militer penuh.

Selain itu, ia pun meminta diizinkan pergi dengan kehormatan militer penuh.

Keluarga itu akhirnya pergi dengan kapal pesiar kerajaan, Mahroussa, hanya enam jam setelah Farouk menandatangani pengunduran dirinya.

Setelah itu, dia dipaksa turun tahta dan menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal Muhammad Naguib.

Saat turun tahta, Farouk kala itu berusia 32 tahun dan telah berkuasa selama 16 tahun.

Pada tahun 1954, Nasser muncul dari balik layar, menyingkirkan Naguib dari kekuasaan, dan menyatakan dirinya sebagai perdana menteri Mesir.

Selama dua tahun berikutnya, Nasser memerintah sebagai pemimpin yang populer.

Ia juga mengumumkan konstitusi baru yang menjadikan Mesir sebagai negara Arab sosialis.

(*)

Baca Juga: Jadikan Manusia Bak Peluru Meriam, Ini 4 Kaisar China Paling Keji dan Dibenci Dalam Sejarah

Artikel Terkait