Penulis
Intisari-Online.com- Coba dapatkah Anda menjelaskan tantangan dari tradisi Sasi pada masa kini?
Sasi adalah sebuah adat Maluku yang diwariskan oleh nenek moyang sejak berabad-abad lalu.
Tradisi ini sekaligus mencerminkannilai-nilai kemaritiman tersebar di beberapa wilayah Indonesia bagian timur khususnya di Pulau Seram dan Pulau Haruku di Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku.
Manfaat Tradisi Sasi bagi Kehidupan
Peranan Sasi adalah sebagai wadah pengamanan terhadap sumber daya alam dan lingkungan.
Tradisi Sasi juga sekaligus dapat mendidik dan membentuk sikap dan perilaku masyarakat yang merupakan suatu upaya untuk memelihara tata krama hidup bermasyarakat.
Hal itu termasuk upaya pemerataan dan pembagian pendapatan dari sumber daya alam kepada seluruh masyarakat bumi.
Sejarah Tradisi Sasi
Pada mulanya adat sasi dilakukan oleh raja-raja Maluku pada zaman sebelum kemerdekaan.
Pada saat masuknya agama di Maluku baik itu Islam dan Kristen, adat sasi dipegang teguh oleh para penanggung jawab masjid, dan para penjaga gereja.
Sejarah tradisi Sasi diyakini telah berlangsung sejak dahulu kala yang dilakukan antara masyarakat adat/kampung, kepala adat, dan tokoh masyarakat.
Baca Juga: Berikut Penjelasan Tentang Bagaimana Sejarah Tradisi Sasi, Yuk Simak!
Terdapat berbagai macam aturan dalam praktik Sasi, misalnya: pada Sasi Lompa masyarakat Pulau Haruku, Maluku Tengah, yang telah dipraktikkan sejak abad ke-16.
Sasi ini mengatur kapan ikan lompa bisa dipanen oleh masyarakat.
Ikan lompa adalah sejenis ikan sarden yang terdapat di laut sekitar Pulau Haruku.
Jika ada yang melanggar dengan mengambil ikan di luar waktu yang telah ditentukan, maka akan mendapatkan sanksi moral dan sosial.
Tujuan dari Sasi Lompa adalah menjaga agar ikan dapat berkembang biak dan tidak punah sehingga masyarakat dapat terus menikmatinya.
Pada zaman dahulu, Sasi lompa dapat dilakukan sebanyak 3-4 kali dalam setahun tetapi sekarang hanya setahun sekali.
Prosesi Sasi (Buka dan Tutup Sasi)
Prosesi sasi diawali dari pusat sasi disebut batu kewang dipimpin oleh kewang desa bersangkutan.
Di sini dibacakan siriwei (ucapan tekat) oleh kapitan, memberikan nasehat dan disebarluaskan oleh marinyo (pembantu Raja yang bertugas menyampaikan berita kepada seluruh masyarakat) dengan menggunakan tabaos.
Larangan itu dinyatakan dengan matakao sebagai simbol kepemilikan.
Secara adat, pelaksanaan sasi ditentukan oleh hasil Rapat Dewan Adat (Saniri) yang wajib dilaksanakan Kepala Kewang (Latukeang, Kewano).
Baca Juga: Mengapa Terdapat Tradisi Sasi? Jawabannya Ternyata Terkait Kelestarian
Sasi biasanya berlangsung 3 sampai dengan 6 bulan dan pada malam hari sepanjang sasi para kewang dan pembantu-pembantunya memeriksa dengan meniup kulit bea (siput) besar serta meneriakkan kata Sill eee! Yang sama artinya dengan sasi!
Teriakan itu disambut warga dengan menerikkan Seke eee!, berarti semoga menjadi kuat!
Kemudian, setelah tutup sasi dalam jangka waktu tertentu secara adat maka dilakukan ritual buka sasi.
Dua Prinsip
Adat Sasi dilakukan karena dua prinsip, pertama bahwa hasil alam tidak boleh disentuh atau dimanfaatkan ketika belum layak digunakan.
Kedua untuk memberikan kepuasan dari hasil usaha sendiri.
Tantangan dari tradisi Sasi pada masa kinidi antaranya konsistensi dalam melaksanakannya.
Hal ini karena dalam adat masyarakat Maluku, "Sasi" merupakan suatu cara dalam mengatur sumber daya alam.
Sasi berasal dari bahasa Bacaan yang berarti baiat, sumpah, atau janji.
Oleh karenanya solusi dari tantangan melaksanakan tradisi Sasi pada masa kini di antaranya:
- Melakukan penegasan tentang tradisi Sasi yang masih berlaku.
Baca Juga: Manfaat Tradisi Sasi bagi Kehidupan serta Prosesi Buka dan Tutupnya
- Melakukan tumpuan atau pegangan yang didasari atas asas Ketuhanan karena semua agama memerintahkan untuk menjaga alam.
Itulah tadi penjelasantantangan dari tradisi Sasi pada masa kini.
Baca Juga:Sejarah Kelas X: Mengapa Terdapat Tradisi Sasi dan Bagaimana Prinsipnya?
(*)