Find Us On Social Media :

Intisari Edisi Januari 2023: Melangkah dengan Hati di Tahun Kelinci

By Mahandis Yoanata Thamrin, Rabu, 11 Januari 2023 | 19:05 WIB

Majalah Intisari menuju 60 Tahun. Edisi Khusus menyambut Tahun Baru Imlek bertajuk 'Melangkah dengan Hati di Tahun Kelinci'.

Intisari-Online.com—Saat kanak-kanak, saya menanti-nanti isi besek yang dibawa pulang Bapak usai kenduri. Saat besek dibuka, tampak nasi dingin yang dikelilingi rupa-rupa menu yang sudah dingin pula:  lauk gurih, lauk manis, sambal goreng ati-ampela, dan sayuran. Semuanya dalam takaran sejumput. Dari menu kenduri itulah lidah saya akrab menjalin hubungan dengan sejumput sayuran: cap chay.

Bagaimana menu santapan Tionghoa bisa berada dalam sebuah besek kenduri Jawa? Rasa terbentuk oleh pengalaman dan perjumpaan. Perjumpaan Nusantara dan orang Tionghoa yang terjalin sejak abad kelima—boleh jadi lebih awal lagi—turut memperkaya budaya kita, termasuk perkara cita rasa.

Setiap Januari kami selalu menyajikan pembahasan budaya Tionghoa, untuk menyambut Sincia atau Tahun Baru Imlek. Boleh dibilang, inilah edisi yang paling ditunggu-tunggu pembaca.

“Melangkah dengan Hati di Tahun Kelinci—Menyongsong tahun Kelinci Air yang menuntut keselarasan hati sekaligus berhati-hati” menjadi tajuk sampul edisi menyambut Imlek. Apa sesungguhnya yang akan terjadi pada tahun Kelinci Air? Apa saja peluang yang bisa digarap dalam kondisi kurang menguntungkan? Gunadi Wwidjaja, pakar Shio di Jakarta, membahasanya secara eksklusif untuk edisi ini. Ada catatan khusus untuk setiap shio berkait karier, keuangan, kesehatan, dan cinta.

Serangkaian kisah budaya Tionghoa juga turut mengiringi edisi ini.

Bila Anda tengah berkunjung ke Yogyakarta, perhatikan sisi timur Jalan Malioboro, yang berdektan dengan Pasar Beringharjo. Anda akan mendapati sebuah gapura berarsitektur Tionghoa. Aris Setiawan Rimbawana, staf reporter Intisari, menyusuri lekuk-lekuk Ketandan. Kisahnya bertajuk “Sibak Jejak Tionghoa di Yogyakarta”—membentang dari Ketandan ketika beridirinya Keraton Ngayogyakarta pada 1756 sampai upaya pelestarian Ketandan sebagai bagian kawasan cagar budaya Malioboro.

Cara mendapatkan majalah Intisari, silakan klik di sini. Untuk edisi majalah elektronik Intisari, silakan klik di sini.  

    

“Toko Djoen dan Kisah Makan Roti di Yogyakarta” menjadi penanda pecinan di Yogyakarta yang dikisahkan Rimbawana. Silakan mencicipi rotinya, lalu mencecapi kisah sejarah di balik kelezatan lintas generasi Ketandan.

Jejak perjumpaan juga tercipta pada cita rasa kecap. Agni Malagina, Sinolog dan pengajar Program Studi Cina, FIB-UI, menuturkan kisah “Proses Panjang Kecap Asin Senggarang”. Saat ini mungkin kita sulit menemukan pabrik pengolahan kecap yang autentik. Namun, Agni menemukannya di Kepulauan Riau.

Bram Luska, pemerhati budaya Tionghoa di Semarang, mengisahkan sebuah bangunan yang pernah bersaksi atas pertautan kisah multietnis dan multikultur masyarakat Semarang. Sayangnya, penanda kota ini harus runtuh atas nama peradaban. Tajuk laporannya, “Gedung Gulo, Istana Marga Tan di Tepi Kali Semarang”.