Find Us On Social Media :

Jika Hubungan Seks Sudah Menjadi Korban Mitos (1)

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 25 Mei 2016 | 17:15 WIB

Jika Hubungan Seks Sudah Menjadi Korban Mitos (1)

Intisari-Online.com – Begitu banyak pertanyaan ihwal seks diam-diam orang gumamkan. Namun, tak banyak jawaban memuaskan untuk yang satu itu. Dulu orang kecewa karena seks masih dibungkus tabu, dan orang malu-malu membincangkannya. Kini seks lebih terbuka. Tapi sayang telanjur bikin orang jadi tersesat karena mitos. Demikianlah, seks pun menjadi korban mitos. Tulisan dr. Handrawan Nadesul ini pernah dimuat dalam Healthy Sexual Life 4 terbitan Intisari.

--

Ketika seks kini sudah mulai buka celana, dan perkawinan semakin terbuka (open marriage), repotnya seks terus dihantui oleh mitos yang masih saja centil. Korbannya segala umur, tak peduli jendernya. Pikiran primitif perihal seks masih menyibukkan siapa saja, termasuk orang gedongan. Masih untung kalau tak terbawa sesat.

Seks sendiri sebetulnya netral. Orang saja yang membuatnya tidak lagi tampil merdeka. Kultur dan tradisi juga yang menyimpan seks tersiksa berada di dalam sangkar.  Dulu seks dianggap dosa dan kotor. Kanak-kanak dilarang menyentuh, alih-alih bersahabat.

Ketika pendidikan seks atau apa pun sebutannya seakan bukan halal, seks terasa diperlakukan tidak adil. Yang sesungguhnya kodrati alami jadi seperti penyakit sampar. Sejatinya, bukan seksnya yang batil, melainkan opini orang terhadap seks yang condong dilihat tidak bersih. Dari sana juga mitos seks bermunculan.

Juga, kodrat seks kian rancu dicemari oleh ragam mitos yang berkembang di Barat maupun di Timur. Persepsi orang yang mengalir dalam apa pun benak kulturnya sering melampaui akal sehat. Termasuk akal sehat medik.

Seks kemudian jadi absurd, seolah segala apa saja di Bumi ini, misalnya, bisa dan perlu dibuat obat kuat seks. Yang begini saja sudah bikin banyak orang keliru melihat siapa seks sesungguhnya. Di dunia seks lelaki, sebut saja pasak bumi, tangkur buaya, kuda laut, cula badak, sudah setenar selebritas.

Seks berkelamin jantan?

Tidak jelas kapan anggapan itu dimulai. Mungkin dominasi dunia kaum laki-laki, sehingga seolah-olah seks bukan urusan kaum perempuan. Topik seks lebih menjadi bagian alur pembicaraan lelaki ketimbang lawan jenisnya, seolah seks lebih bermasalah di kalangan kaum Adam ketimbang kaum Hawa. Padahal nyatanya tidak begitu.

Maka tak heran kalau masalah seks untuk jender mana pun sebetulnya semu belaka. Masalah yang muncul itu hanya karena persepsi ihwal seks pada kedua jender itu sendiri yang bengkok, tidak lurus sebagaimana kodratnya. Seks itu anugerah, luhur, dan perlu disikapi sebagai yang positif.

Kalau sampai ada masalah seks, kodrat yang dibawanya itu harus menjadi urusan berdua. Masalah seks suami juga bagian dari urusan istri. Maka seks tidak boleh dilihat sebagai sosok sebuah kelamin belaka.

Namun, bila nyatanya kaum lelaki yang terlihat lebih sibuk mengurusi seks, itu karena sumber masalah boleh jadi lebih banyak berada di pihaknya. Kodrat seks lelaki itu, misalnya, “selalu mau namun belum tentu selalu bisa”. Dirongrong oleh kodrat yang begini saja pun kaum pria sudah dibuang kalang kabut.