Penulis
Intisari-Online.com -Mengapa trem dapat menjadi simbol penjajahan bagi kaum pergerakan kemerdekaan pada masa itu?
Pertanyaan seputar'mengapa trem dapat menjadi simbol penjajahan bagi kaum pergerakan kemerdekaan pada masa itu?'ada dihalaman 32dalam bukuSejarah kelas Xdalam Kurikulum Merdeka.
Namun sebelum Anda mengetahuimengapa trem dapat menjadi simbol penjajahan bagi kaum pergerakan kemerdekaan pada masa itu,Anda harus tahu bahwa trem adalah angkutan massal pertama yang sempat marak digunakan pada era kolonial, tepatnya tahun 1869 di Batavia (Jakarta) dan 1889 di Surabaya, Jawa Timur.
Mulai dari trem bertenaga kuda, uap, hingga listrik, transportasi ini terus mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Namun, siapa yang menyangka, ternyata trem sempat dianggap sebagai tanda penjajahan oleh kaum pergerakan nasional. Apa alasannya?
Perbedaan kelas trem kuda
Awalnya, trem dioperasikan menggunakan tenaga kuda yang dapat membawa sekitar 40 penumpang.
Tarif trem kuda terbilang cukup murah pada zaman itu, yaitu hanya 10 sen dan melintas setiap lima menit dari pukul lima pagi hingga pukul delapan malam.
Pada trem kuda memang tidak diberlakukan pemisahan kelas, tetapi tarif yang diterapkan berbeda antara bangsa pribumi dan bangsa Eropa.
Sebelumnya, trem kuda memiliki dua kelas, yaitu kelas satu untuk golongan Eropa, dan kelas dua untuk golongan pribumi.
Akan tetapi, karena kuda yang digunakan tidak kuat menarik dua gerbong, maka kelas satu pun dihapus pada Agustus 1869, dan trem kuda hanya menerapkan satu kelas saja, yaitu kelas dua.
Baca Juga: Jelaskan Perubahan Apa yang Terjadi dari Penggunaan Trem di Surabaya pada Masa Itu?
Perbedaan kelas trem uap
Seiring berkembangnya zaman, trem beralih dari tenaga kuda menjadi tenaga uap pada 1882.
Ketika trem uap beroperasi, dilakukan pembagian kelas, yaitu:
Lebih lanjut, 20 tahun setelahnya, trem uap digantikan dengan trem listrik.
Trem listrik pun dianggap sebagai salah satu teknologi modern yang mampu membawa cukup banyak keuntungan.
Salah satunya adalah mengurangi polusi udara.
Akan tetapi, mulai diterapkan pula perbedaan golongan bagi para penumpang yang akan menggunakan trem.
Kereta api, trem, dan stasiun kereta api pun dianggap sebagai tempat yang memungkinkan menjadi penanda perbedaan kelas bagi setiap orang.
Akibatnya, pada 1923, serikat buruh kereta api dan trem di Surabaya melakukan aksi pemogokan sebagai bentuk protes atas ketidakadilan.
Tidak berhenti di situ, pasca-kedatangan Jepang di Indonesia, penggunaan trem sempat berhenti beroperasi selama tiga minggu akibat pengeboman Sekutu pada instalasi listrik di Malang, yang merupakan pemasok listrik untuk Surabaya.
Baca Juga: Adakah Peristiwa Pengulangan Terkait Berhentinya Trem sebagai Moda Transportasi Umum?
Menindaklanjuti hal tersebut, pada 1945, pemerintah memutuskan mengambil alih trem dan kereta api di bawah naungan Djawatan Kereta Api.
Setelah itu, mulai diberlakukan pembagian kelas penumpang berdasarkan harga tiket.
Untuk kelas I seharga 15 sen dan kelas II di harga 10 sen.
Sayangnya, kebijakan ini justru membawa kerugian yang cukup besar untuk trem, yang berujung pada trem tidak lagi dioperasikan pada 1970-an.
Dengan demikian, pemberlakuan perbedaan kelas pada trem dianggap sebagai simbol penjajah bagi kaum pergerakan nasional.
Mengapa trem dapat menjadi simbol penjajahan bagi kaum pergerakan kemerdekaan pada masa itu?
Jawaban: Saat itu, trem dianggap simbol penjajahan.
Trem menjadi simbol penjajahan karena terdapat pembagian kelas. Selain itu, harga untuk naik trem sangat mahal.
Hal tersebut dapat menandai perbedaan kelas atau dipaksa untuk menerima posisi inferior seseorang.
Kare tiketnya yang mahal, hanya beberapa kalangan saja yang dapat naik trem tersebut. Hal ini membuat masyarakat Indonesia merasa kurang adil akan hal tersebut.
Untuk itu serikat buruh kereta api dan trem di Surabaya melakukan pemogokan pada 1923 sebagai perlawanan terhadap ketidakadilan.
(*)