Penulis
Intisari-Online.com – Biasanya ketika penculikan seseorang terjadi, maka para penculik menjadi sasaran kebencian bagi banyak orang, terutama sanderanya. Namun, apa jadinya kalau ternyata sanderanya malah menaruh simpati dan empati pada penculiknya?
Kondisi psikologis inilah yang dinamakan dengan sindrom Stockholm yaitu saat para sandera sangat peduli dan berbaik hati pada penculiknya. Sindrom ini membuat para sandera mengasihi penculiknya tanpa mempedulikan bahaya atau risiko yang akan dialaminya ketika penculikan terjadi.
Sindrom ini dinamai stockholm syndrome sejak kejadian perampokan Sveriges Kreditbank di Stockholm tahun 1973. Perampok bank tersebut, Jan Erik Olsson dan Clark Olofsson menggunakan senjatanya untuk menyandera karyawan bank selama enam hari. Ketika korban tersebut dibebaskan, reaksi mereka malah memeluk dan mencium penyandera mereka. Aneh bukan?
Sindrom ini membuat mereka secara emosional menyayangi dan membela perampok itu. Bahkan seorang sandera yang bernama Kristin, jatuh cinta dengan salah satu perampok dan membatalkan pertunangannya dengan kekasihnya. Inilah yang membuat kriminolog dan psikiater Nils Bejerot mencetuskan sindrom psikologis ini.
Kisah ini kemudian terjadi berulang kali dengan kasus-kasus yang menyeramkan namun disertai dengan sindrom Stockholm. Misalnya kisah Collen Stan, yang disandera selama tujuh tahun (1977-1984) oleh Cameron dan Janice Hooker dalam sebuah kotak kayu yang terkunci di bawah tempat tidur Hooker. Ia juga mengalami penyiksaan seksual, namun Collen tidak pernah kabur sekalipun ada kesempatan.
Patty Hearst, membantu penculiknya untuk merampok bank setelah dua bulan ia diculik oleh perampok tersebut. Natascha Kampusch, anak perempuan Austria yang diculik di usia 10 tahun oleh Wolfgang Priklopil berhasil kabur di usia 18 tahun tahun 2006. Ia menunjukkan tanda ia mengalami sindrom Stockholm karena merasakan kesedihan yang mendalam saat penculiknya mati bunuh diri.
Kehidupan sandera biasanya menjadi sangat bergantung pada penculiknya. Istilahnya, waktu kematian mereka hanya ditentukan oleh sang penculik, sehingga kepasrahan dan kepatuhan mulai muncul. Mereka tidak bisa makan, bicara, dan pergi ke toilet tanpa izin dari si penculik.
Nah, sehingga sedikit kebaikan dari si penculik, misalnya mendapat makanan dari si penculik membuat sandera merasa sangat bersyukur. Pengalaman tersebut membuat para sandera yang diculik merasa bahwa penculik itu adalah orang-orang yang telah memberi mereka kehidupan.
Walau jarang, sindrom ini merupakan fenomena unik sekaligus menyeramkan. Di tengah ketakutannya, sandera tersebut menganggap penculiknya sebagai malaikat saat ia diberikan kebaikan kecil yang sangat berarti baginya. Kondisi yang lebih unik adalah, sindrom ini tidak hanya dialami oleh si sandera. Penculik juga bisa mengalaminya dengan lebih berbelas kasihan pada sanderanya. Olson, perampok bank mengungkapkan bahwa ia tidak jadi membunuh sanderanya karena tindakan sandera yang terlalu manis padanya. “Mengapa mereka tidak mencoba melawan?” kata Olson.
(pelbagai sumber)