Penulis
Intisari-Online.com –Kejadiannya terjadi di Yogyakarta, seorang mahasiswa bernama Sika (bukan nama sebenarnya) memiliki seorang kekasih yang sering melakukan kekerasan fisik dan psikis. Siapa yang bisa bertahan dengan hubungan seperti itu? Secara logika kita tahu tidak akan ada yang sanggup.
Namun bagi mereka yang terkena sindrom Stockholm, kekerasaan itu malah membuatnya makin cinta karena rasa empati dan pengertian yang hebat terhadap perilaku kekasihnya tersebut. Sindrom ini biasanya juga terjadi pada pasangan yang terlalu posesif pada pasangannya, sehingga melarangnya kemana-mana dan melakukan tindakan tidak normal layaknya sepasang kekasih.
Bagi penderita sindrom ini, rasa empati muncul dan merasa bahwa perilaku agresif dan kasar dari pasangannya tersebut merupakan kesalahannya. Sehingga ia layak menerima perlakuan tersebut. Secara tiba-tiba, korban merasa maklum dan nyaman dengan perlakuan kasar sang pasangan.
Kekerasan yang dialami salah satu mahasiswa di Malang juga begitu. Ia kerap disundut obat nyamuk dan dipermalukan di depan umum. Banyak larangan dan aturan dalam berpacaran. Namun bagi mahasiswa tersebut, hal itu sah-sah saja. Hingga akhirnya seorang temannya menyadari keanehan itu saat melihat bekas sundutan di tubuhnya. Akhirnya ia bisa disembuhkan dengan pertolongan psikolog.
Mereka yang terkena sindrom ini merasa kasihan untuk meninggalkan pasangannya walaupun ia sering kali dikasari dan disiksa. Sering pula menjadi tidak tega karena pelaku biasanya memohon ampun dan menangis menyatakan takut kehilangan. Bisa dibilang inilah tanda cinta buta yang butuh penanganan sesegera mungkin dari tenaga profesional.
Kalau dibiarkan, penderita sindrom ini bisa semakin jauh terjerat. Ia akan merasa ia harus bertanggung jawab atas kondisi pasangan tersebut dan berupaya mengubahnya. Biasanya bila sudah terjerat sangat lama, penderita sindrom ini merasa bahwa orang lain tidak mengerti kondisi dan posisinya. Kalaupun sadar, ia bisa mengalami trauma mendalam sehingga sulit percaya pada cinta, krisis percaya diri, takut jatuh cinta, dan sulit percaya pada orang lain. Orang-orang yang terkena sindrom ini mesti diingatkan terus menerus bahwa perilaku kekerasan tidak akan pernah membawa kebaikan bagi siapapun.
(pelbagai sumber)