Find Us On Social Media :

Yang Seharusnya Dibela Itu Kesehatan Masyarakat, Bukan Industri Rokok

By Ade Sulaeman, Kamis, 25 Agustus 2016 | 07:30 WIB

Yang Seharusnya Dibela Itu Kesehatan Masyarakat, Bukan Industri Rokok

Intisari-Online.com - Meski sudah ada pernyataan resmi, wacana tentang kenaikan harga rokok menjadi Rp50.000 masih saja menimbulkan pro-kontra. Ada yang mendukungnya demi kesehatan masyarakat, ada pula yang menolaknya demi industri rokok.

Menanggapi hal itu, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof. Hasbullah Thabrany mengatakan, pemerintah seharusnya mengedepankan kepentingan kesehatan masyarakat.

Merokok jelas merusak kesehatan. Menurut data Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2014, setidaknya 190.260 orang di Indonesia meninggal dunia akibat konsumsi rokok.

"Itu artinya setiap hari 500 orang mati karena rokok. Kenapa yang ditakuti industri rokok bangkrut? Kenapa industri dibela?" ujar Hasbullah saat dihubungi Kompas.com, Minggu (21/8/2016).

Hasbullah mengatakan, berdasarkan fakta di sejumlah negara, tingginya harga rokok tak akan membuat industri rokok bangkrut. Contohnya di Singapura dengan harga rokok mencapai Rp120.000 atau di Australia dengan harga Rp200.000.

"Kalau di Indonesia ada perusahaan kecil bangkrut karena enggak bisa bersaing dengan perusahaan besar. Nyatanya, konsumsi dan produksi rokok naik terus sepanjang tahun," jelas Hasbullah.

Mengutip hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2013, Hasbullah mengungkapkan tingginya kerugian negara akibat konsumsi rokok dibanding pendapatan yang diterima negara dari rokok.

Penelitian tersebut menunjukkan, kerugian total akibat konsumsi rokok selama 2013 mencapai Rp378,75 triliun, yang meliputi hilangnya produktivitas akibat sakit, disabilitas, kematian prematur di usia muda, dan biaya berobat akibat penyakit-penyakit terkait tembakau. Jumlah itu 3,7 kali lebih besar dibanding cukai tembakau yang diperoleh negara sebesar Rp103,02 triliun di tahun yang sama.

Dana BPJS Kesehatan pun paling banyak digunakan untuk membiayai penyakit terkait rokok. Sejatinya, usulan kenaikan harga rokok efektif untuk menurunkan jumlah perokok di Indonesia, khususnya mencegah orang kurang mampu dan anak-anak usia sekolah membeli rokok.

Menurut Hasbullah, dengan menaikkan harga rokok sekitar Rp50.000 per bungkus, setidaknya pemerintah memeroleh Rp70 triliun yang dapat digunakan di bidang kesehatan.

(Dian Maharani/kompas.com)