Penulis
Intisari-Online.com - Pelukis ternama Basuki Abdullah ditemukan tewas terbunuh di rumahnya di Pondok Labu, Jakarta Selatan, 5 November 1993. Jakarta geger. Media heboh dan sibuk menganalisa. Namun, pada akhirnya pembunuhan pelukis Basuki Abdullah terungkap berkat seekor anjing detektif bernama Leo.
Bahkan Presiden Soeharto mendapat laporan langsung dari Kapolda Metro Jaya saat itu, Mayor Jenderal (pol) Hindarto soal pembunuhan tersebut. Basuki terbunuh akibat pukulan popor senapan angin di kepala.
Akibat pembunuhan ini, lukisan diri BJ Habibie tak pernah rampung. Saat Basuki dibunuh, BJ Habibie sedang memesan lukisan ke Basuki. Tetapi pesanannya baru selesai 50 persen.
Bahkan siang hari sebelum pembunuhan, Basuki Abdullah baru membeli buku-buku tentang Habibie. Dia perlu membaca itu untuk memahami betul karakter Habibie.
Empat hari setelah Basuki dimakamkan, pelakunya tertangkap di Cicurug, Sukabumi. Harian Kompas tanggal 10 November 1993, menulis Kapolda Metro Jaya melaporkan penangkapan itu ke Presiden Soeharto.
Dia datang langsung ke Istana Presiden, pagi hari 9 November, saat acara penerimaan gelar pahlawan. Hindarto menyampaikannya di depan Ibu Tien Soeharto, Ny Sutrisno, dan Presiden Soeharto.
Pelakunya adalah seorang pria berinisial AMD (20). Dia bekerjasama dengan tukang kebun Basuki, WHY. Makanya tahu benar seluk beluk rumah maestro lukis Indonesia itu. Soeharto menyalami Hindarto seusai berbicara.
Keesokan harinya, semua media, termasuk Kompas, menulis pelaku pembunuhan terungkap setelah ada informasi dari seorang preman mabuk di Kalijodo, Jakarta Barat.
Preman itu menceritakan soal persekongkolan AMD dan WHY. Itu pencurian biasa. Pembunuhan terjadi karena AMD tepergok Basuki.
Tetapi semua media luput menulis tentang Leo. Seekor anjing German Shepherd (herder) yang ikut membantu mengungkap kasus itu. Sejak awal melacak di tempat kejadian perkara (TKP), Leo sudah tahu pembunuhnya adalah orang dekat.
Handler-nya saat itu adalah Muhyi yang baru berpangkat Sersan Dua (Bripda). Kini Muhyi sudah berpangkat Ajun Komisaris dan menjabat Kanit Satwa di Unit K-9 Direktorat Sabhara Polda Metro Jaya. Leo sudah lama mati saat Muhyi menceritakan ini di ruang kerjanya, Rabu (4/2/2015).
Sejak datang ke rumah Basuki petang harinya, Leo yang baru berusia dua tahun diperintah melacak berbagai jejak. Popor senapan, darah dan beberapa benda lain.
Leo berulang kali mengulang. Dari jejak-jejak itu, Leo hanya berjalan ke satu arah dan selalu berhenti di ruang istirahat pembantu.
Rupanya dia mencium bau WHY. Di hari-hari menjelang aksinya, WHY memang tinggal di tempat yang sama dengan AMD. Makanya walau AMD yang datang mencuri dan membunuh, bau WHY tetap tercium oleh Leo.
Ini pula yang memberi arah untuk penyelidikan polisi. Makanya begitu ada preman meracau di Kalijodo bahwa AMD dan WHY bersekongkol, polisi sadar Leo bekerja di hari kematian Basuki Abdullah. Apabila Leo tak memberikan isyarat itu, polisi bisa saja mencueki racauan preman mabuk itu.
Muhyi tak pernah melupakan Leo. Bahkan dia sedih waktu mendengar kabar Leo mati. Leo mati tahun 2004, ketika Muhyi sedang pendidikan Sekolah Lanjutan Perwira (SELAPA) di Sukabumi, Jawa Barat. Usianya 13 tahun saat mati. "Saya memang paling senang di unit Satwa," ucap Muhyi.
Muhyi menghabiskan masa Bintara selama 16 tahun di Unit itu. Dia lulus Bintara tahun 1988, angkatan IX Lido. Baru keluar dari Unit Satwa saat ikut pendidikan SELAPA tahun 2004.
Setelah itu Muhyi sempat dinas di Banten. Dia pernah menjabat Kanit Laka Polres Tangerang. Kemudian tahun 2007 kembali ke Jakarta, lalu pindah ke Polres Depok dan diberi jabatan Kanit Patrol, lalu Kanit Reserse.
Tahun 2010 Muhyi kembali ke Unit Satwa. Dia mendapat jabatan Kanit Satwa. (WartaKota)