Resesi 2023 Menghantui Dunia, Amankah Indonesia? Ini Dampaknya Jika Resesi Terjadi

Khaerunisa

Penulis

Ilustrasi resesi 2023.

Intisari-Online.com - Resesi 2023 menghantui dunia, bahkan baru-baru ini Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengungkapkan kondisi tersebut bisa terjadi lebih cepat.

Perbincangan mengenai resesi 2023 pun kembali ramai, dengan kata kunci "apa itu resesi" hingga "resesi 2023" banyak dicari warganet Indonesia.

Dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan secara virtual, Senin (3/10/2022), Mahendra Siregar mengatakan, resesi global hampir dipastikan terjadi.

"Setidaknya di tahun 2023. Kalau tidak, lebih cepat dari itu," katanya.

Namun ia juga mengungkapkan bahwa resesi global tersebut belum dapat diprediksi durasi dan besar pengaruhnya terhadap ekonomi Indonesia.

Meski begitu, ia optimis bahwa perkembangan ekonomi Indonesia masih terjaga dalam konsidi yang baik di tengah kondisi global yang berat.

Terkait resesi global yang diproyeksikan akan terjadi pada 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut kondisi ekonomi Indonesia cukup kuat.

Menurutnya, ekonomi Indonesia sudah pulih bahkan seperti masa pra pandemi.

"Terlepas dari berbagai guncangan global tahun ini, Indonesia sebenarnya memiliki momentum pemulihan yang sangat kuat saat ini," ujarnya dalam rangkaian diskusi B20, Rabu (28/9/2022).

Ia menjelaskan, pemulihan ekonomi Indonesia yang kuat itu tercermin dari kinerja pertumbuhan ekonomi yang terjaga di level 5 persen.

Selain itu, ekonomi yang pulih juga tercermin dari level produk domestik bruto (PDB) riil Indonesia yang sudah mencapai 7,1 persen pada paruh pertama 2022.

Angka tersebut berada di atas level sebelum terjadi pandemi Covid-19 atau melampaui level tahun 2019.

"Dibandingkan dengan tingkat PDB sebelum pandemi, posisi kita saat ini adalah 7,1 persen lebih tinggi, artinya pemulihan ekonomi sudah tercapai," kata Sri Mulyani,

Sri Mulyani pun meyakini pemulihan ekonomi Indonesia masih berlanjut di kuartal III-2022 dan berharap pada kuartal IV tidak terganggu oleh gejolak yang terjadi.

“Kami berharap pada kuartal IV tidak terganggu terlalu banyak akibat gejolak yang sekarang ini terjadi, seperti kenaikan suku bunga yang sangat drastis dari Federal Reserve, nilai tukar yang tertekan, dan dari sisi kemungkinan terjadinya pelemahan ekonomi global,” ungkapnya.

Indonesia sendiri dilaporkan Bloomberg, berada di peringkat ke-14 dalam daftar 15 negara yang berisiko mengalami resesi.

Dalam hasil surveinya, Bloomberg menyebutkan bahwa potensi resesi Indonesia hanya 3 persen.

Sementara di posisi pertama negara berpotensi resesi dengan presentase 85 persen adalah Sri Lanka.

Disusul New Zealand dengan potensi 33 persen, kemudian Korea Selatan dan Jepang dengan presentase 25 persen.

Sedangkan China, Hongkong, Australia, Taiwan, dan Pakistan dengan presentase 20 persen.

Selanjutnya adalah Malaysia 13 persen, Vietnam dan Thailand 10 persen, Filipina 8 persen, Indonesia 3 persen, dan India 0 persen.

Meski begitu, seperti yang sebelumnya diungkapkan Sri Mulyani, Indonesia harus tetap waspada.

Terlebih resesi global yang diproyeksikan akan terjadi pada 2023 belum dapat diprediksi durasi dan besar pengaruhnya terhadap ekonomi Indonesia.

Dampak Resesi Ekonomi

Jika resesi ekonomi terjadi, hampir semua jenis bisnis baik yang berskala besar maupun berskala kecil akan terkena dampaknya.

Secara umum, dampak dari resesi ekonomi adalah adanya perlambatan ekonomi yang akan membuat sektor riil menahan kapasitas produksinya.

Hal itu dapat mendorong kenaikan pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan, beberapa perusahaan mungkin mengalami kebangkrutan.

Selain itu, kinerja instrumen investasi juga akan mengalami penurunan sehingga investor cenderung menempatkan dananya dalam bentuk investasi yang aman.

Kemudian, ekonomi yang semakin sulit pasti berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat.

Hal itu terjadi karena masyarakat akan lebih selektif menggunakan uangnya dengan fokus pemenuhan kebutuhan terlebih dahulu.

Sementara bagi pemerintah, dampak dari resesi ekonomi adalah pinjaman pemerintah akan melonjak tinggi. Sebab. pemerintah di setiap negara membutuhkan dana yang cukup untuk membiayai berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan upaya pembangunan negara.

Sumber pendapatan negara yang berasal dari pajak dan nonpajak juga menjadi sangat rendah. Sebab saat resesi, pekerja menerima penghasilan lebih rendah, sehingga pemerintah menerima pajak penghasilan yang lebih rendah.

Di sisi lain, pembangunan tetap dituntut untuk terus dilakukan di berbagai sektor pemerintahan termasuk dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya.

Baca Juga: Apa Itu Resesi? Benarkah Indonesia Tak Masuk Negara yang Jatuh dalam Resesi 2023?

(*)

Artikel Terkait