Penulis
Intisari-Online.com - Para kerabat Keraton Yogyakarta akan mematuhi sabda tama atau amanat Sultan Hamengku Buwono X yang menyatakan larangan membicarakan suksesi kepemimpinan di keraton tersebut. Kondisi internal Keraton Yogyakarta saat ini dinilai masih kompak meski sempat ada perbedaan pandangan terkait proses suksesi.
Salah seorang adik Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo, mengatakan, sabda tama Sultan akan didengarkan dan dipatuhi oleh para kerabat dan abdi dalem Keraton Yogyakarta. "Ya, kami dengarkan dan kami pahami bersama karena ini dhawuh (perintah) Ngarso Dalem (Sultan)," katanya seusai mendengarkan sabda tama, Jumat (6/3/2015), di Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta.
Seperti diberitakan, sesudah perdebatan ihwal suksesi kepemimpinan di Keraton Yogyakarta mengemuka beberapa waktu terakhir, Sultan akhirnya mengeluarkan sabda tama atau amanat, Jumat pukul 10.00. Raja Keraton Yogyakarta tersebut meminta para kerabat keraton tidak lagi berkomentar ihwal proses suksesi karena tidak seorang pun bisa mendahului titah dari Raja.
Sabda tama yang dibacakan Sultan dalam bahasa Jawa itu terdiri atas delapan poin yang didahului dua paragraf pembuka. Pada poin kedua, Sultan menyatakan, tidak seorang pun kecuali Raja yang bisa memutuskan atau berbicara tentang Keraton Yogyakarta, terutama terkait takhta keraton. Yang bisa membuat putusan terkait takhta keraton hanyalah Raja.
Seusai mendengarkan sabda tama Sultan, GBPH Prabukusumo tak banyak berkomentar. "Seperti kata Ngarso Dalem (Sultan) tadi, tidak semua kerabat bisa menduduki (jabatan raja). Selain itu, kami semua tak boleh berkomentar," katanya.
Beda pendapat
Sebelum sabda tama dikeluarkan, Sultan berbeda pendapat dengan tiga adiknya, yakni Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Hadiwinoto, GBPH Prabukusumo, dan GBPH Yudhaningrat terkait Rancangan Peraturan Daerah Istimewa (Raperdais) DIY tentang Tata Cara Pengisian Jabatan, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur.
Sultan meminta adanya revisi pasal dalam raperdais itu yang menyatakan calon gubernur dan calon wakil gubernur DIY wajib menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain, riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak. Alasan Sultan, pasal tersebut mendiskriminasi perempuan karena secara tak langsung menyatakan bahwa perempuan tak bisa menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
Perdebatan soal pasal itu pun melebar ke masalah suksesi kepemimpinan di Keraton Yogyakarta karena Raja Keraton Yogyakarta juga merupakan Gubernur DIY. Apalagi, Sultan Hamengku Buwono X tidak memiliki anak lelaki. Sebelum sabda tama keluar, tiga adik Sultan berbeda pendapat dengan kakak mereka.
Ketiganya berpendapat, tak perlu ada revisi dalam pasal tentang daftar riwayat hidup calon gubernur dan wakil gubernur DIY karena hal itu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.
Parentah Hageng Keraton Yogyakarta Kanjeng Raden Tumenggung Yudahadiningrat mengatakan, inti sabda tama Sultan adalah perintah agar para kerabat keraton tidak perlu memperdebatkan soal suksesi Raja Keraton Yogyakarta. "Tidak usah dulu berandai-andai, menunggu dhawuh Dalem (perintah Sultan) saja. Nanti pada saatnya beliau akan mengumumkan," ujarnya.
Yudahadiningrat menambahkan, meski sempat ada perbedaan pendapat antara Sultan dan tiga adiknya, tidak ada perpecahan di Keraton Yogyakarta. Dia meyakini, semua kerabat keraton akan tunduk pada perintah Sultan sebagai raja.
"Tujuan para kerabat keraton itu cuma satu, kok, yakni menjunjung asma Dalem (nama Sultan). Apa pun dhawuh Dalem, itulah yang terbaik untuk kami semua," katanya. (Haris Firdaus/kompas.com)