Kokok Dirgantoro, CEO yang Berikan Cuti 6 Bulan Tanpa Potongan Gaji Bagi Karyawatinya yang Hamil

Ade Sulaeman

Penulis

Kokok Dirgantoro, CEO yang Berikan Cuti 6 Bulan Tanpa Potongan Gaji Bagi Karyawatinya yang Hamil

Intisari-Online.com - Sebuah langkah berani diambil oleh Kokok Hendhiarto Dirgantoro. CEO Opal Communications ini memberikan cuti 6 bulan tanpa potongan gaji bagi karyawatinya yang hamil.

Dalam status Facebook-nya, Kokok menceritakan bahwa dia sendiri awalnya merasa ragu dengan idenya tersebut akan diterima oleh rekan kerjanya. “Ternyata tidak, semua setuju tanpa perdebatan,” tulis Kokok, Selasa (14/4/2015).

Keputusan tersebut diambil bertepatan dengan adanya karyawati yang sedang hamil. Kantor kecil itu pun akhirnya berani mengambil aturan baru: Memberi cuti hamil dengan gaji penuh, tanpa potongan, selama enam bulan.

“Saya ingin karyawan yang akan menjadi ibu, pikirannya tenang dan konsentrasi pada kesehatan kandungan,” lanjut Kokok Hendhiarto Dirgantoro, CEO Opal Communications yang memberikan cuti 6 bulan tanpa potongan gaji bagi karyawatinya yang hamil.

Mengenai alasan pribadi di balik ide mengeluarkan kebijakan tersebut, seperti ditulisnya di situs Rappler, Kokok menjelaskan sebagai berikut:

“Ide cuti hamil 6 bulan ini berawal dari sebuah dendam. Kala itu saya masih jadi karyawan dan istri saya juga bekerja. Ketika hamil anak pertama, istri saya mengalami blackout berkali-kali.

Berat badannya turun 15 kg lebih hanya dalam waktu 2-3 bulan. Istri saya tidak dapat melihat cahaya lampu karena langsung pusing. Makan apapun muntah. Bahkan lihat acara masak di televisi saja dia sudah mual-mual hebat.

Dalam kondisi tak berdaya, telepon istri saya berdering dari kantornya, memintanya masuk kantor karena ada pekerjaan yang harus diselesaikannya.

Tentunya tidak bisa dilakukan karena kondisi sedang lemah. Istri saya bolos kerja berhari-hari karena tidak bisa beranjak keluar rumah. Jangankan ke kantor, ke depan rumah saja pusing.

Saat itu kami sudah mengangsur rumah. Walau hidup pas-pasan yang penting punya rumah. Saya berpikir, kalau kondisi istri begini, bisa kehilangan pekerjaan. Waduh, angsuran rumah bisa keteteran. Saya kepikiran berhari-hari. Kalau istri resign atau dipecat karena absen selama dua bulan, kondisi keuangan bakal berantakan.

Saat pulang kantor, karena memikirkan kondisi istri, tak sadar saya menyetop angkot di tempat yang dilarang menaik-turunkan penumpang. Ada polisi pula. Sopir angkot ditahan bersama Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) sekaligus.

Waduh, gara-gara saya ini. Saya memasang wajah memelas ke sopir angkot yang sudah saya duga akan marah besar. Di luar dugaan sopirnya tidak marah.

"Ngapain marah, Mas. Namanya cobaan dan kita kerja di jalan. Kalau marah malah bisa tabrakan dan saya tidak dapat setoran. Makin sial," ujar sopir setengah baya itu.

Saya diam sambil merenung. “Kampret,” batin saya. Sopir yang saya asumsikan berpendidikan rendah saja bisa dengan santai beradaptasi dengan dinamika. Saya yang sarjana, merantau, mengeluh karena bingung istri mau resign demi mempertahankan kandungan.

Sampai ujung gang saya berhentikan sopir. Saya berikan uang Rp 50 ribu. Satu-satunya pecahan terbesar di dompet saya untuk urusan mengambil SIM-STNK berikut bayar angkot.

Sampai rumah, saya bicara ke istri, sudah resign saja. Allah Maha Kaya dan saya percaya. Setiap saya cerita ini ke kawan dekat, saya susah payah menahan air mata.

Malam itu saya berjanji jika suatu saat saya punya perusahaan, saya akan berlaku adil dengan karyawati yang hamil. Adil sejak dalam pikiran. Sungguh saya tidak mengira bahwa 10 tahun setelah janji itu, saya bisa buka usaha beneran. Walau sangat kecil.”

Lalu bagaimana jika ada karyawan pria yang merasa kebijakan tersebut tidak adil? “Bila iri dengan cuti hamil, saya suruh mereka hamil,” seloroh Kokok Hendhiarto Dirgantoro, CEO Opal Communications yang memberikan cuti 6 bulan tanpa potongan gaji bagi karyawatinya yang hamil.