Penulis
Intisari-Online.com -Sejumlah penerbangan pesawat dibatalkan menyusul meletusnya Gunung Raung di Banyuwangi, Jawa Timur, di penghujung Ramadan kemarin. Soal keselamatan tentu saja menjadi alasan utama kenapa penerbangan-penerbangan itu harus dihentikan. Tentu kita bertanya-tanya, apa bahaya abu vulkanik bagi sebuah pesawat yang terbang di udara?
Sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh NASA, seperti dilansir dari Tribunnews.com, menjelaskan, debu gunung berapi bisa merusak fungsi baling-baling pesawat turboprop atau mesin jet dalam pesawat turbofan. Kita tahu, itu adalah komponen vital dalam penerbangan.
Ini pernah terjadi pada pesawat Boeing 747-200 milikk maskapai penerbangan British Airways yang tengah menempuh rute penerbangan Kuala Lumpur – Perth pada Juni 1982. Di tengah perjalanan, saat melintasi Pulau Jawa, Indonesia, Speedbird 9 terperangkap di tengah abu letusan gunung Galunggung.
Akibatnya, empat mesin Boeing 747 tersebut mati karena menyedot debu silika gunung Galunggung—yang saat itu melutus. Pilot kemudian memutuskan untuk menurunkan ketinggian jelajah dari 36.000 kaki ke 12.000 kaki. Beruntung, pilot akhirnya berhasil kembali menyalakan mesin pesawat setelah terbang di ketinggian yang lebih rendah, dan terbebas dari kepungan abu vulkanik.
Apa yang terjadi jika tidak segera menurunkan ketinggian? Bisa saja pesawat mengalami kecelakaan besar yang tentu saja tidak diinginkan banyak orang.
Pesawat tersebut lantas mengalihkan pendaratannya di bandara terdekat, yaitu Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Debu vulkanik juga bisa merusak kaca depan pesawat
Debu gunung berapi ukurannnya sangat kecil, diameternya antara 6 mikron hingga 2 mm, bisa terbawa angin dengan mudah, dan karena terlontar dari kawah gunung berapi, maka debu bisa membubung tinggi hingga ketinggian jelajah pesawat. Lanraran saking kecilnya, debu gunung berapi sulit untuk dihilangkan, dan membutuhkan waktu yang lama untuk hilang sepenuhnya jika tidak segera diambil tindakan.
Untuk jangka waktu yang lebih panjang, jika debu itu tetap dibiarkan bisa menyebabkan retakan-retakan halus di bodi pesawat. Retakan di badan pesawat, sekecil apa pun tentu sangat membahayakan, sebab badan pesawat didesain agar bisa “mengembang” dan “mengempis” saat di udara dan di darat, menyesuaikan tekanan udara.
Untuk diketahui, debu silika gunung berapi memiliki titik leleh pada suhu 1.100°C, lelehan itu bisa menempel dan melumerkan komponen bilah-bilah turbin di dalam mesin jet, atau nozzle, yang dalam pesawat jet modern suhunya bisa mencapai 1.400 derajat celcius.
Tak hanya itu, debu gunung berapi juga bisa merusak kaca depan pesawat. Debu silika memiliki kontur yang tajam. Jika ditabrak dengan kecepatan tinggi, maka kumpulan debu itu bisa membuat kaca depan pesawat tersayat-sayat, pandangan pilot pun jadi terbatas. Abu vulkanik yang menempel di pesawat dalam jumlah banyak juga akan merusak aliran udara di sekitar badan pesawat dan justru menjadi penghambat laju (drag). (Tribunnews.com)