Find Us On Social Media :

Rossi Vs Marquez: Inikah Proses Kemarahan yang Terjadi di Otak Rossi?

By Ade Sulaeman, Senin, 26 Oktober 2015 | 14:30 WIB

Rossi Vs Marquez: Inikah Proses Kemarahan yang Terjadi di Otak Rossi?

Intisari-Online.com - Drama perseteruan antara pebalap Valentino Rossi (Movistar Yamaha) dan Marc Marquez (Repsol Honda) di Sirkuit Sepang, Malaysia, berakhir dengan jatuhnya Marquez. Race Director menyatakan Rossi menjadi penyebabnya dan diberi hukuman.

Muncul beragam pro dan kontra terkait insiden ini, ada yang mendukung Rossi, adapula yang menyalahkan Marquez yang dianggap mengganggu Rossi sepanjang balapan hingga akhirnya kemarahan Rossi tersulut.

Merujuk pada artikel “Marah Di Hati Tubuh Ikut Bereaksi” di Majalah Intisari edisi Oktober 2015, dijelaskan tentang bagaimana proses kemarahan bisa terjadi di otak, seperti yang dialami Rossi.

Pada dasarnya, marah merupakan salah satu emosi paling mendasar dari manusia. Hal ini biasanya didasari oleh faktor fisiologis (fisik) dan psikologis (mental) ketika menghadapi ancaman atau pengalaman tak menyenangkan di masa lalu. Mari kita mengintip apa yang terjadi dalam tubuh di saat kita marah.

Perlu diketahui lebih dulu, otak memiliki dua bagian besar, yakni korteks serebri (korteks) dan limbik. Korteks merupakan bagian terluar otak yang terdiri dari lobus frontal, lobus temporal, lobus parietal, dan lobus oksipital. Fungsinya untuk mengelola informasi secara rasional, karena di situlah logika manusia berada.

Sebaliknya, limbik merupakan pusat emosi di otak yang dapat mengelola informasi secara emosional. Letaknya berada di lapisan kedua terluar setelah korteks. Nah, kemarahan biasanya berawal dari amigdala, yakni salah satu saraf di bagian limbik yang bentuknya menyerupai kacang almond.

Saat menghadapi rasa takut, stres, atau perasaan terancam; amigdala akan mengevaluasi informasi yang diterimanya, dan langsung memutuskan responnya dalam waktu seperempat detik. Saat itulah titik penentunya. Apakah kita akan melawan atau melarikan diri (fight or flight).

Apabila kita memutuskan untuk fight, maka darah akan segera mengalir membanjiri korteks dan mengurangi kemampuan berpikir secara rasional. Inilah yang menyebabkan ketika marah, banyak orang yang bertindak atau berkata gegabah, lalu menyesal kemudian. Karena kemampuan otak untuk berpikir rasional sedang tidak optimal.

Namun di saat bersamaan, aliran darah juga meningkat ke lobus frontal, (salah satu bagian korteks tadi), tepatnya berada dekat dengan mata kiri. Dengan meningkatnya darah di daerah ini, ternyata akan membantu kita mengontrol emosi agar tidak berlebihan, seperti melempar vas bunga atau mengguyur orang tersebut dengan minuman.

Menurut Jenna McCarthy dalam bukunya yang berjudul Anger Management, saraf yang mengatur respons sabar akan bekerja kurang dari dua detik saat kita mulai ingin marah. Artinya tidak secepat respons amigdala yang hanya seperempat detik. Karena itu saat kita ingin marah, McCarthy menyarankan, hitunglah angka 1 sampai 10. Supaya respons sabar dari lobus frontal itu sempat meredam amarah kita lebih dulu.-- 

Baca penjelasan lengkap mengenai anger management yang ditulis oleh Axel Natanael Nahusuly di Intisari edisi Oktober 2015 yang dapat dibaca dalam bentuk digital atau Emagazine melalui: SCOOP  dan Wayang Force