Find Us On Social Media :

Kenapa Harus Mengkhawatirkan Tahun 2015 sebagai Tahun Paling Panas?

By Moh Habib Asyhad, Selasa, 27 Oktober 2015 | 10:30 WIB

Kenapa Harus Mengkhawatirkan Tahun 2015 sebagai Tahun Paling Panas?

Intisari-Online.com - Tahun 2015 dianggap sebagai tahun paling panas dalam catatan sejarah. National Oceanic and Atmospheric Administration yang berbasis di AS, yang melacak suhu di seluruh dunia, mengumumkan bahwa September 2015 adalah bulan dengan suhu paling panas yang pernah tercatat. Kenapa kita harus mengkhawatirkan tahun 2015 sebagai tahun paling panas sepanjang sejarah?

Lembaga yang sama juga mencatat bahwa rentang Januari-September memiliki suhu yang tak kalah panasnya. Bagaimana dengan Oktober ini? Ternyata tidak banyak berubah.

Metro.co.uk mencatat ada beberpa alasan kenapa tahun ini dinobatkan sebagai tahun terpanas yang pernah ada.

Terumbu karang yang sekarat

El Nino yang kuat juga memanaskan lautan—dan itu memapar terumbu karang secara luas. Terumbu karang yang memanas lama kelamaan akan mati. 

Kebakaran hutan

 

Kebakaran hutan terjadi di banyak belahan dunia. Kebakaran sangat buruk dilaporkan telah terjadi di California, Oregon, dan Washington, di pantai barat AS. Sementara kebakaran dahsyat terjadi di beberapa wilayah di Sumatera dan Kalimantan, Indonesia. Tak hanya persoalan suhu, kebakaran ini juga menghancurkan habitat orangutan. 

Gelombang panas

Pada Mei tahun ini, di India telah terjadi salah satu gelombang panas terburuk sepanjang sejarah, dengan suhu mencaai 48°C—saking panasnya, jalan-jalan meleleh. Tragisnya, ribuan orang telah meninggal akibat fenomena ini. 

Kekeringan di mana-mana

 

California dan Pacific North West di AS mengalami kekeringan, mulai dari yang “berat” sampai yang “luar biasa” berat. Dan di tenggara Brasil, juga mengalami kekeringan terburuk dalam 80 tahun terakhir. Begitu juga dengan banyak negara di Afrika dan Asia Tenggara. 

Perang sipil

Para ahli percaya bahwa ada hubungan antara pemanasan global dan konflik antarmanusia alias perang. Meskipun bukan satu-satunya penyebab, pada awal tahun ini peneliti mengatakan bahwa kekeringan yang berlansung, setidaknya selama tiga tahun, di Suriah, berkontribusi terhadap pemberontakan pada 2011, dan kemudian perang sipil yang tak kunjung selesai.