Penulis
Intisari-Online.com -Media sosial Twitter mendapat gugatan dari seorang janda yang menudingnya membiarkan terjadinya rekrutmen teroris. Janda ini mengaku sebagai korban dari kekajaman kelompok yang menamakan diri ISIS.
Tamara Fileds, janda itu, secara hukum menggugat perusahaan raksasa jejaring sosial itu. Menurut Fileds, perusahaan itu membiarkan penggunanya mendukung pesan berantai yang bisa memicu berkembangnya kelompok teror. Ia menyebut, ISIS berhasil merekrut ribuan anggota militan melalui media sosial ini tanpa ada reaksi pencegahan dari Twitter.
Suami Fields, Llyod, tewas dibunuh oleh ISIS dengan tembakan membabi buta yang awalnya menyasar polisi di Jordania. “Tanpa Twitter, ledakan pertumbuhan ISIS selama beberapa tahun terakhir, untuk menjadi kelompok teroris yang paling ditakuti di dunia, tak akan mungkin terjadi,” tulis Fileds dalam akun Twitter miliknya.
Gugatan Fields mendapat respons dari pihak Twitter.
“Kendati kami yakin bahwa gugatan itu tak bermanfaat, kami turut merasa sangat sedih mendengar kabar kehilangan dari keluarga ini,” tulis Twitter dalam pernyataan resminya. “Ancaman kekerasan dan dukungan untuk terorisme tidak memiliki tempat di Twitter, dan sebagaimana jejaring sosial lainnya, aturan kami sudah jelas mengenai hal itu.”
Kendati Twitter menyatakan tidak memberi tempat bagi teroris untuk mengembangkan jaringannya, tanda pagar (tagar) dan istilah pencarian yang digunakan oleh simpatisan teroris masih menyebar di jejaring sosial ini. Bahkan, hal itu kerap dipakai setiap hari dengan akun yang masih aktif.
Sebagai informasi, tahun lalu, Twitter ribuan kali diminta untuk menghapus akun-akun dan informasi lain berkaitan dengan teroris yang ada di jejaring sosial ini. Namun, hanya 42 persen dari permintaan itu yang disetujui.
Di tempat lain, direktur FBI James Comey juga menyuarakan keprihatinan itu. Comey menyatakan bahwa jejaring sosial bekerja “seperti jalan untuk menebarkan terorisme dan 'menjual' pembunuhan.”(Kompas.com)