Kebiasaan-kebiasaan Zaman Dulu saat Terjadi Gerhana Matahari: Besarnya Tanggung Jawab Ahli Falak di China dan Babilonia

Moh Habib Asyhad

Penulis

Kebiasaan-kebiasaan Zaman Dulu saat Terjadi Gerhana Matahari: Besarnya Tanggung Jawab Ahli Falak di China dan Babilonia

Intisari-Online.com -Raja-raja Babilonia dan kaisar-kaisar China mempekerjakan ahli-ahli falak di istana untuk memantau terjadinya gerhana, baik Matahari ataupun Bulan. Selain mempunyai wibawa besar, para ahli falak itu juga memiliki tanggung jawab yang cukup besar.

Jika ahli falak Babilon meramalkan akan terjadi gerhana, maka raja harus berpuasa buat meredakan amarah Langit. Meski demikian, ahli falak tidak bertanggung jawab terhadap kesalahan ramalan, sebab bisa saja Langit memutuskan untuk menyimpang dari rencana semula. Dalam hal kekeliruan ramalan ini repotlah Sri Baginda, karena ia terlandjur berpuasa menahan lapar menunggu gerhana yang tidak kundjung tiba.

Besarnya wibawa ahli falak di negeri China dapat dinilai dari peristiwa pada abad ke-1. Ketika itu astronom istana mencatat terjadinya Gerhana Matahari pada akhir bulan. Padahal menurut teorinya Gerhana Matahari hanya bisa terjadi pada tanggal satu. Ada sesuatu yang tidak beres, yang menjebabkan dipercepatnya peredaran Bulan.

Bulan adalah lambang rakyat, sedangkan Matahari melambangkan kaisar. Menurut tafsirannya gerhana abnormal itu terjadi karena rakyat telah berbuat dosa. Tetapi kesalahan rakyat biasanya bersumber pada kesalahan kaisar.

Mendengar keterangan itu kaisar Kuang Wu-ti pergi menyepi dan melakukan meditasi selama 5 hari. Kemudian ia mengeluarkan dekrit; segala kesalahan akan diperbaiki untuk menghilangkan amarah Langit, agar tidak dikirim naga buat mengganyang Matahari.

Dinyatakannya bahwa ia gemetar sendiri kalau memikirkan segala kekeliruan selama pemerintahannya. Selanjutnya ia memerintahkan para bangsawan agar menyatakan pendapat secara blak-blakan di dalam laporan-laporan yang bersifat rahasia.

Di samping kewibawaan terdapat pula tanggung jawab berat. Tidak ada ampun sedikit pun bagi ahli falak istana di negeri China yang melalaikan kewajibannya. Pada abad ke-3 SM dikenal dua orang ahli falak istana bernama Hi dan Ho. Seharusnya mereka bertekun mengamat-amati angkasa.

Tetapi kedua pegawai tinggi itu meremehkan tugasnya sambil bermabuk-mabukan minum arak. Tanpa tersangka-sangka terjadilah Gerhana Matahari pada saat mereka berpestapora. Rakyat yang tidak menyangka apa-apa menjadi kalang kabut. Mereka berhamburan ke jalan-jalan dalam keadaan panik. Pendeta-pendeta menabuh tambur tanpa berhenti sambil membacakan doa-doa. Tetapi Hi dan Ho tetap minum dengan riang gembira tanpa mendengar atau melihat sesuatu. Untuk kelalaian itu mereka harus membayar mahal: mereka dijatuhi hukuman mati.

Kebiasaan-kebiasaan aneh pada saat terjadienya gerhana kini sudah makin berkurang. Pada suatu saat, segala keunikannya akan tinggal sebagai dongeng belajg. Akhirnya orang-orang akan melupakannya, karena itu ada baiknya kalau kebiasaan-kebiasaan serupa itu mendapat perhatian putra-putra daerah agar dapat dicatat dan diabadikan di atas kertas bagi kepentingan generasi yang tidak akan mengalaminya lagi.(Intisari, 1969)