Intisari-Online.com -Di tengah hiruk pikuk Hari Buku Nasional, kondisi perbukuan Indonesia justru tengah menghadapi dilema. Ini tak lepas dari beberapa upaya penyitaan dan perampasan buku-buku yang dianggap “kiri” oleh aparat keamanan di beberapa tempat di Indonesia. Sebagai respon atas kejadian itu, bertepatan dengan Hari Buku Nasional, Masyarakat Literasi Yogyakarta (MLY) mengeluarkan tujuh Maklumat Buku.
Masyarakat Literasi Yogyakarta (MLY) merupakan aliansi terdiri atas penerbit, lembaga percetakan, toko buku, pelapak online, asosiasi buku, pembaca, pegiat media komunitas dan literasi, perupa, media independen, dan organisasi kemahasiswaan.
Dari catatan MLY, seperti tertulis dalam rilis resminya, setidaknya ada dua penerbit dan satu toko buku di Yogyakarta yang mendapat teror dan upaya perampasan oleh aparat: penerbit Narasi, penerbit Resist Book, dan Toko Buku Budi, masing-masing pada Selasa (10/5) dan Rabu (11/5). Itu belum termasuk perampasan-perampasan di tempat lainnya.
Bertempat di Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta pada Selasa (17/5), perwakilan MLY Muhidin M. Dahlan membacakan ketujuh Maklumat Buku itu:
- Kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat di hadapan orang banyak lewat berbagai media, termasuk persamuan seni-budaya dan penerbitan buku, adalah amanat Reformasi dan Konstitusi yang mesti dijaga dan dirawat bersama dalam kerangka kebhinekaan sebagai bangsa.
- Setiap perselisihan pendapat atas pikiran yang berbeda hendaknya diselesaikan dengan jalan dialog dan/atau mimbar-mimbar perdebatan untuk memperkaya khasanah pengetahuan dan keilmuan.
- Segala bentuk pelarangan atas penerbitan buku dan produk-produk akal budi seyogianya dilakukan pihak-pihak yang berwenang atas seizin pengadilan sebagaimana diatur oleh hukum perundangan yang berlaku dengan mengedapankan aspek penghormatan pada hak asasi manusia, demokrasi, dan keadilan. Prosedur hukum yang dimaksud salah satunya seperti termaktub dalam Surat Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Pelarangan Buku Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010.
- Mendesak kepada lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk membuka secara bebas arsip-arsip negara yang terkait dengan tragedi 1965 dan pelanggaran HAM berat lainnya sebagai bagian dari upaya kita belajar dan memperkaya khasanah pengetahuan kesejarahan.
- Mendorong pemerintah, baik pusat dan daerah, menciptakan iklim perbukuan yang sehat, kompetitif, dan memberi perlindungan pada kerja penerbitan, diskusi buku, dan gerakan literasi yang inovatif sebagaimana diamanatkan preambule UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
- Asas, kerja umum, dan kegiatan harian ekosistem perbukuan membutuhkan aturan main yang jelas dan mengikat semua ekosistem yang bernaung di dalamnya. Oleh karena itu, mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk menggodok dan segera mengesahkan UU Sistem Perbukuan Nasional yang demokratis.
- Mendesak Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) sebagai salah satu dari asosiasi penerbit buku yang menjadi mitra pemerintah dan sudah berpengalaman dalam sejarah panjang perbukuan nasional senantiasa mengambil peran yang signifikan dan aktif-responsif untuk membangun komunikasi yang sehat dengan elemen-elemen masyarakat yang plural.