Find Us On Social Media :

Inggris Resmi Keluar dari Uni Eropa: Sejauh Mana Uni Eropa Berjalan Tanpa Inggris?

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 24 Juni 2016 | 13:30 WIB

Inggris Resmi Keluar dari Uni Eropa: Sejauh Mana Uni Eropa Berjalan Tanpa Inggris?

Intisari-Online.com - Resmi sudah Inggris keluar dari Uni Eropa. Selama ini Inggris dianggap sebagai salah satu anggota terbesar Uni Eropa (UE) yang memiliki peranan penting dalam tiap pengambilan keputusan yang dilakukan UE. Pertanyaannya, sejauh mana Uni Eropa berjalan tanpa Inggris?

Dengan keluarga Inggris, UE harus melakukan perubahan besar terhadap pakta yang kini tengah berjuang mengatasi krisis migran dan masalah perekonomian itu. Untuk jangka panjang, keluarnya Inggris (populer dengan sebutan Brexit) akan menjadi sebuah preseden yang bisa jadi akan diikuti negara-negara anggota Uni Eropa lain untuk menggelar referendum sejenis.

Hasilnya mungkin akan membentuk sebuah pakta yang lebih longgar dan kemungkinan terburuk adalah disintegrasi pakta yang dibentuk 60 tahun lalu untuk membawa keamanan dan kemakmuran usai Perang Dunia II. Presiden Uni Eropa Donald Tusk memperingatkan bahwa jika Brexit menjadi kenyataan maka hal itu tak janya menghancurkan Uni Eropa tetapi juga peradaban politik Barat.

Di saat Eropa tengah menghadapi kebangkitan kembali Rusia dan ancaman terorisme, Tusk mengatakan, musuh Eropa akan “membuka botol sampanye” jika hasil referendum Inggris berakhir negatif untuk Uni Eropa.

Ketua Komisi Eropa Jean-Claude Juncker memberikan sebuah skenario yang tak terlalu mengerikan. Dia memperkirakan, Brexit tak akan “membunuh” Uni Eropa namun pakta tersebut akan mendapatkan pelajaran  yang sangat berharga.

Sebuah tamparan keras

Bagaimanapun juga, Brexit adalah pukulan telak bagi UE. “Saya tak berpikir UE akan seketika hilang, tapi dalam jangka panjang akan menyaksikan penurunan perlahan dan UE akan menjadi sesuatu yang berbeda,” ujar Chris Bickerton, dosen di Universitas Cambridge Inggris.

Jika hal itu terjadi, lanjut Bickerton, maka langkah selanjutnya yang harus diambil Uni Eropa akan sangat sulit. Dampak langsung jika pendukung Brexit menang adalah negosiasi panjang setidaknya selama tujuh tahun untuk memutus berbagai kerja sama antara London dan Uni Eropa.

Negara-negara Uni Eropa yang tersisa dipastikan bakal berusaha untuk terus maju. Dua perekonomian terbesar Uni Eropa, Jerman dan Perancis, saat ini sudah mulai menjajaki rencana bersama untuk masa depan. Namun, di saat Berlin dan Paris memikirkan masa depan integrasi zona euro, hal-hal lain yang akan dibicarakan pasca-Brexit adalah berbagai isu terkait keamanan dan pertahanan.

Kemungkinan munculnya efek domino

Salah satu ketakutan utama negara-negara anggota Uni Eropa adalah referendum di Inggris bisa memicu efek domino di negara-negara anggota lainnya. Pemimpin sayap kanan Prancis Marine Le Pen telah mendesak negara-negara Uni Eropa untuk mengikuti jejak Inggris. Seruan senada juga dilontarkan para “musuh” Uni Eropa di Belanda, Denmark dan Swedia.

Vivien Pertusot, analis Institut Hubungan Internasional Perancis (IFRI), mengatakan, tanpa Inggris Uni Eropa tetap berdiri meski melemah. “Jarang sekali ada sebuah institusi yang mati. Mungkin tidak akan muncul disintegrasi tetapi setidaknya kehilangan relevansi perlahan-lahan,” kata Vivien.

Bahaya utama bagi Uni Eropa adalah, meski pakta ini membuat berbagai perubahan menyusul referendum di Inggris, Uni Eropa tetap tak akan bisa melarikan diri dari sejarah pahit ini. “Uni Eropa berada dalam pusaran negatif. Nampaknya jika "ya" maka cerita akan langsung selesai dan kisah baru dimulai. Namun hal itu tidak mudah, apalagi setelah mengalami sebuah kegagalan,” ujar Janis Emmanoulidis, direktur studi lembaga think-tank Pusat Kebijakan Eropa di Brussels.