Penulis
Intisari-Online.com – Indonesia merupakan negeri yang kaya akan sumber daya alam dan manusianya. Berbagai bakat dari seluruh pelosok negeri bermunculan dan mewangikan nama Indonesia dikancah Internasional. Sayangnya, prestasi anak negeri ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah setempat, sehingga setelah meninggalkan masa keemasannya, mereka harus bekerja ekstra keras untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Berikut 5 mantan atlet Indonesia yang dulu pernah bersinar, namun kina sinarnya semakin redup ditelan kerasnya zaman:
1. Tati Sumirah
Jauh sebelum Liliyana Natsir membanggakan nama Indonesia di kancah internasional, nama Tati Sumirah sudah lebih dulu dikenal dalam cabang bulu tangkis. Tak hanya menjadi seorang primadona dalam bulu tangkis internasional, di negeri sendiri pun medali emas selalu berhasil ia kantongi dalam kompetisi Pekan Olahraga Nasional (PON).
Nama Tati Sumirah semakin dikenal masyarakat ketika dirinya dan tim berhasil merebut piala Uber untuk pertama kalinya pada tahun 1975. Kala itu, dirinya menjadi pemain kunci kemenangan Indonesia atas Jepang melalui partai tunggal putri .
Namun sayang, setelah ia memilih untuk menggantungkan raket di tahun 1981, dirinya harus bekerja ekstra keras demi menghidupi keluarganya. Selama kurang lebih 24 tahun, dirinya harus bekerja di apotek dan menjual vespa yang ia dapat dari hasilnya berkiprah di dunia bulu tangkis dulu, demi menyambung kehidupan keluarganya.
Beruntung, Rudi Hartono yang juga mantan atlet bulu tangkis dan kini menjadi seorang pengusaha di salah satu perusahaan minyak pelumas menawarkan dirinya pekerjaan.
2. Denny Thios
Para remaja saat ini mungkin tidak mengenal sosok Denny Thios. Seorang mantan atlet nasional di bidang angkat berat ini semakin meredup namanya setelah memutuskan untuk berhenti dari dunia olahraga.
Pria yang sempat memperoleh beberapa prestasi seperti medali perak di PON XII, medali emas di tingkat asia, beberapa medali dalam kejuaraannya di Inggris, Belanda, dan Swedia, hingga 3 kali memecahkan rekor dunia ini, kini harus bekerja sebagai tukang las di usia senjanya.
Karena tidak memiliki alternatif lain, Denny memilih untuk meneruskan usaha sang ayah. Bengkel las yang ditinggalkan oleh ayahnya tersebut sedikit ia rombak, namun tidak secara besar-besaran. Alhasil, penghasilannya tidak seberapa karena pelanggannya hanya berasal dari tetangga- tetangganya saja.
3. Leni Haini
Mungkin tidak terlalu banyak yang mengenal sosok Leni Haini. Namun, perempuan asal Jambi ini sukses mengibarkan sang merah putih di kancah internasional melalui cabang olahraga perahu naga.
Mengutip dari kompas.com, Leni adalah mantan atlet perahu naga yang mengharumkan nama Indonesia dengan meraih emas pada SEA Games 1997, SEA Games 1999, kejuaraan dunia perahu naga Asia 1996, kejuaraan dunia di Hongkong 1997, dan kejuaraan Asia di Taiwan 1998. Kehidupannya berubah drastis ketika dirinya memutuskan pensiun di tahun 1999.
Leni yang hanya lulusan SD tidak mampu berbuat banyak, alhasil dirinya terpaksa bekerja sebagai buruh cuci. Padahal, pada tahun 2012 silam dirinya harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk biaya pengobatan penyakit langka yang diderita anaknya. Beruntung, uluran tangan dari netizen ternyata mampu menutupi biaya kekurangannya tersebut.
4. Anang Ma'ruf
Beralih ke bintang lapangan hijau, pesepakbola senior asal Surabaya dan mantan timnas Indonesia, Anang Ma'ruf, dikabarkan harus berkerja sebagai ojek online demi menghidupi keluarganya, setelah memutuskan untuk menggantung sepatunya.
Anang yang memiliki berbagai prestasi seperti meraih perak di ASEAN Games 1997 dan medali perunggu di ASEAN Games 1999, kini memilih untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan bekerja sebagai ojek online. Kemenpora yang mendengar hal ini, merasa prihatin atas keadaannya sekarang. Alhasil pada September 2015 lalu, bintang timnas di era 90an itu mendapatkan ‘tali kasih’ dari pemerintah.
5. Marina Segedi
Mantan atlet pencak silat di tahun 1980an ini harus menjadi sopir taksi, guna menyambung kehidupannya sehari-hari. Dirinya yang menjadi seorang single parent, memaksanya untuk mundur dari dunia pencak silat, dan mencari pekerjaan lain untuk menghidupi anak-anaknya.
Kemampuannya dalam olahraga pencak silat tak perlu diragukan lagi. Pada tahun 1981, dirinya berhasil mempersembahkan medali emas untuk kontingen Indonesia pada di SEA Games di Filipina. Namun karena saat itu belum ad penghargaan bagi para atlet berprestasi dari pemerintah, selepas pensium dirinya harus berjuang keras untuk tetap bertahan hidup.
Beruntung, pada tahun 2011 silam, ketika sedang membawa penumpang dirinya bertemu dengan seseorang yang bekerja di Kemenpora, sehingga dirinya kini mendapat santunan dari pihak pemerintah.
Contoh di atas adalah sejarah pahit para atlet Indonesia yang sulit dihapus. Jangan sampai prestasi atlet Indonesia menurun akibat sikap orangtua yang tidak ingin anaknya menjadi seorang atlet. Pemerintah diharap mampu membenah diri, sehingga kejadian ini tidak terulang dikemudian hari.