Find Us On Social Media :

Nano Riantiarno (3) - Konsisten karena Cinta

By Jeffrey Satria, Selasa, 10 Juli 2012 | 12:00 WIB

Nano Riantiarno (3) - Konsisten karena Cinta

Intisari-online.com Nano Riantiarno. Maestro teater Indonesia sekaligus pendiri kelompok teater yang paling lama bertahan di dunia seni pertunjukan, Teater Koma, ini memang punya segudang pengalaman yang bisa diceritakan. Kepada Intisari, ia menceritakan sebuah rahasia bagaimana bisa tetap konsisten dalam dunia pertunjukan.

Setamat SMA, Nano Riantiarno memutuskan untuk sepenuhnya nyemplung ke dunia teater. Nano yang lahir dan besar ke Cirebon memutuskan pergi ke ibukota dan mendaftar ke Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) yang baru dibuka kembali waktu itu.

Di ATNI inilah Nano mendapat banyak pelajaran berharga mengenai seni pertunjukan dan kehidupan. Ia dibimbing oleh dosen-dosen wahid macam Teguh Karya, Suman Jaya, Ami Priyono, Boen S. Oemarjati, dan Arief Budiman. “Saat itu, saya berharap bisa menimba tidak hanya ilmu teater saja, tapi segala macam pengetahuan yang mendukung seni pertunjukan,” ujarnya.

Di tengah-tengah masa perkuliahan, salah satu dosen Nano, Steve Liem Tjoan Hok, atau yang terkenal dengan nama Teguh Karya, membuka kelas akting. Kelas akting ini menjadi cikal bakal Teater Populer Hotel Indonesia, tempat Nano tampil sebagai aktor pertunjukan profesional pertama.

Nano memutuskan untuk mendaftar dalam kelas akting yang dibuka dan lolos dalam seleksi. Satu setengah tahun lamanya Nano bergabung dan menjalani kelas tersebut satu setengah tahun lamanya.

Melakukan kegiatan perkuliahan sambil belajar akting ternyata bukan hal yang mudah. Tiap hari Nano harus berlatih teater dari jam 10 pagi hingga jam 4 sore. Selesai berkuliah, Nano akan kembali ke Teater Populer dan mengikuti kuliah khusus oleh Teguh Karya. “Pak Teguh ngasih kita kuliah sampai kita terkantuk-kantuk,” ujarnya sambil tersenyum mengingat masa-masa itu.

Latihan berat yang diberikan oleh Teguh Karya bukanlah latihan-latihan teknik akting baru, melainkan teknik-teknik dasar. Nano ingat dengan kata-kata sang guru, “Pak Teguh pernah berkata, ‘Kalau kau memang benar-benar ingin menjadi orang seni pertunjukan, kau tidak boleh punya kegiatan lain, selain belajar di sini selama lima tahun,” ujarnya menirukan kembali kata-kata sang guru.

Tantangan menjalani perkuliahan dan mempelajari seni pertunjukan tak hanya datang dari kerasnya latihan. Saat itu tak sedikit produser film mengiming-imingi para aktor-aktor muda yang belajar di ATNI. Beberapa rekan Nano ikut tergoda dengan tawaran para produser dan meninggalkan kuliah untuk berakting di film. Bagaimana dengan Nano? Ia bersama Slamet Rahardjo tetap bertahan hingga akhirnya. Lima tahun dijalaninya dengan benar dan tekun. Hasilnya, hingga kini ia tetap eksis di dunia seni pertunjukan.

Selesai menjalani kuliah selama lima tahun di ATNI dan latihan dasar selama satu setengah tahun, Nano mulai terjun dalam dunia teater yang sesungguhnya di Teater Populer Hotel Indonesia. Di Teater Populer Hotel Indonesia, Nano juga melakoni banyak pekerjaan dari membuat set dekor, menjadi penata lagu, hingga mengangkut properti panggung yang berat. Semua sisi seni pertunjukan pernah ia kecap kecuali tata rias. Apa pasal? Rupanya Nano sedikit geli untuk memegang muka orang lain. Hihi...

Semua pekerjaan seni pertunjukan dan pelajaran dasar warisan Teguh Karya membuat Nano semakin dalam mencintai pekerjaannya. Cintanya itu memampukan dirinya untuk bertahan dan konsisten dalam bidang seni pertunjukan dan kehidupan. “Apa pun yang engkau lakukan, kalau dasarnya cinta, maka engkau akan mendapatkan sesuatu. Itu saja,” ujar pemilik nama lengkap Norbertus Riantiarno ini.