Keprihatinan Nina Nuraniyah akan Sampah

Agus Surono

Penulis

Keprihatinan Nina Nuraniyah akan Sampah

Intisari-Online.com - Nina Nuraniyah prihatin dengan masih banyaknya sampah menumpuk di sejumlah tempat di kota asalnya, Bogor. Ia pun tergerak untuk berbagi ilmu dengan siswa sekolah, pesantren, dan juga komunitas ibu-ibu. Ia berharap, kegiatan ini juga dapat mendorong anak-anak muda lain untuk melakukan kegiatan nyata menjaga kebersihan dengan melakukan daur ulang sampah. Keprihatinan soal sampah inilah yang memicu Nina untuk membentuk organisasi lingkungan yang disebut Green Earth.

Bagaimana kisah Nina? Kita ikuti saja dari penuturannya di BBC berikut ini:

Saya dan rekan-rekan datang ke sejumlah sekolah dan pesantren di Bogor dan sekitarnya secara rutin dalam dua tahun terakhir untuk melatih daur ulang sampah kertas dan plastik. Pada mulanya kami memang mendatangi sekolah dan pesantren-pesantren ini untuk memberikan pelatihan soal lingkungan, termasuk daur ulang, secara gratis.

Setelah beberapa kali, pihak sekolah dan pesantren menyambut upaya kami ini dan bahkan kami diminta untuk menyusun program khusus tentang pelatihan lingkungan ini. Pelatihan yang kami sampaikan tidak hanya soal mendaur ulang sampah, namun juga informasi lain seperti kebersihan air dan juga dampak perubahan iklim.

Selain sekolah dan pesantren, kami juga melatih kelompok pengajian ibu-ibu dan remaja putri mendaur ulang sampah plastik.

Untuk sekolah dan pesantren, pada umumnya yang kami lakukan adalah daur ulang kertas dan dijadikan hiasan untuk kulkas, bros, tempat pensil dan produk lain, sementara produk daur ulang plastik menghasilkan dompet, tempat telepon genggam, dan juga berbagai bentuk tas tangan.

Kami tidak hanya berfokus pada daur ulang sampah saja, namun juga tentang masalah lingkungan lain, seperti kebersihan air, dan dampak perubahan iklim. Di lingkungan kelompok ibu-ibu, kami mengadakan lomba untuk mengumpulkan sampah plastik: mereka yang mengumpulkan beberapa ratus plastik mi instan misalnya mendapat setengah kilogram gula pasir, minyak tanah, dan sembako lain.

Alhasil, ibu-ibu menjadi bersemangat karena selain lingkungan sekitar bersih dari sampah, mereka juga mendapat penghasilan tambahan. Ibu-ibu dan remaja putri ini sudah mulai kami ajak ke sekolah dan pesantren-pesantren yang kami kunjungi untuk ikut mengadakan pelatihan. Kami berharap ibu-ibu inilah yang suatu saat akan menjadi perpanjangan tangan kami dalam melatih daur ulang sampah di sekolah dan pesantren.

Kami juga ingin memperluas komunitas yang kami bina, tidak hanya pengajian ibu-ibu namun juga kelompok lain. Kami juga mengadakan lomba mengumpulkan sampah. Yang palling banyak, ada yang dapat minyak, beras dan kebutuhan sehari-hari lainnya.

Saya berharap melalui kegiatan ini, kaum muda lain juga tergerak untuk melakukan kegiatan nyata dalam menjaga lingkungan mereka.