Hidup Mujur ala Darwis Triadi (1)

Jeffrey Satria

Penulis

Hidup Mujur ala Darwis Triadi (1)

Intisari-Online.com - Ditemui di rumahnya di kawasan Jakarta Selatan, pria berkumis yang sekilas terkesan serius ini ternyata ramah luar biasa. Bahkan cenderung suka bercanda. “Wah, kok serius amat nih,” celetuknya saat ia menyapa kami di ruang tamunya. Sambil duduk santai di sofa kami mengobrol bersama pria yang amat mengagumi perempuan, yang telah menjalani kehidupan sebagai fotografer selama lebih dari tiga dekade itu.

Siang itu Darwis tak tampak selayaknya seorang fotografer. Mengenakan topi pilot warna pastel dengan bordiran burung rajawali di tengahnya, pria kelahiran Solo, 58 tahun lalu, itu mengaku, awalnya ia bercita-cita menjadi pilot. Sempat ia masuk ke Sekolah Penerbangan Curug (kini STPI Curug), namun harus kandas karena drop out. “Bukan gak bisa, tapi gak disiplin aja,” ujarnya sambil tersenyum kecil.

Keluar dari Curug, Darwis memutuskan untuk mengambil license terbang di luar. License itu ia gunakan untuk bekerja di perusahaan pesawat charter. Walau sudah bisa terbang, namun hati kecilnya berontak, sebab sedari dulu ia mendamba bisa menerbangkan pesawat maskapai besar alias airlines. Sayangnya jalan menjadi pilot airlines tertutup lantaran usianya tak lagi muda.

Dengan menimbang sana-sini, Darwis akhirnya memutuskan untuk keluar dari dunia aviasi dan menganggur sementara. Masa menganggur ini dipakai Darwis untuk mempelajari fotografi. Bermodal kamera Nikon F yang ia pinjam dari almarhum temannya, Darwis menjajal dunia fotografi secara otodidak dari buku dan praktik langsung.

Keputusan untuk banting setir menjadi fotografer tak semudah kelihatannya. Darwis harus meminta restu pada orangtuanya. Ayah Darwis sempat menentang keras keputusan putranya itu. Terbayang betapa “jatuh”-nya kebanggaan orangtua, dari profesi pilot menjadi fotografer yang tak memberi apa-apa, apalagi kebanggaan. Kepada sang ayah, Darwis berusaha meyakinkan bahwa fotografi tak sekecil yang terlihat pada zaman itu. “Padahal ngarang saya, cuma untuk ngeyakinin aja, kalau fotografi itu lebih besar lagi,” ujarnya berseloroh.

Berbeda dengan ayahnya, sang ibu justru lebih setuju agar Darwis berganti haluan. Pasalnya, sang ibu selalu cemas kala Darwis masih menjadi pilot. Mungkin inilah yang disebut Darwis sebagai kemujuran pertamanya. Nalurinya berkata, dunia aviasi bukanlah tempatnya. Fotografilah dunianya.