Penulis
Intisari-Online.com - Dunia fotografi pada zaman Darwis Triadi tidaklah mudah. Dari keterbatasan alat hingga pelitnya para fotografer profesional untuk berbagi ilmu adalah sebagian kendala. Namun ia tak mundur. Memutar otak, Darwis berpikir cara mengembangkan ilmu fotografinya, tanpa harus repot masuk ke jalur pendidikan formal.
Saat itu banyak alat fotografi profesional merek terkenal datang dari benua Eropa dan Amerika. Darwis melihat hal ini sebagai sebuah peluang untuk belajar. Melalui supplier alat-alat fotografi dari Eropa, ia mendapat akses untuk kursus singkat fotografi dan tata cahaya di Swiss dan Jerman, dengan biaya sendiri. Ia pun tak ragu merogoh seluruh kocek hasil memotretnya untuk meraih kesempatan emas itu.
“Ya babak belur dong, mahal di sana. Jadi kayak orang kampung masuk kota. Asli!” tutur Darwis soal pengalaman kursus singkatnya di Eropa. Sepulangnya, isi koper Darwis ternyata berisi buku-buku fotografi yang diborongnya di toko-toko buku. “Untung tak ada istilah overweight masa itu,” katanya.
Soal genre, Darwis sudah lama memutuskan untuk memotret model perempuan saja. Di matanya, perempuan adalah sosok agung yang pantas dihormati. Ia mencurahkan banyak tenaga untuk mempelajari perempuan, dari kepribadian hingga anatominya. Segala buku dari Sarinah karya Soekarno, hingga Kama Sutra dan cara meramal dibacanya sampai tuntas.
Pemujaan Darwis akan perempuan ternyata berasal dari sosok ibu dan didikan ayahnya. Sang ayah kerap mewanti-wanti agar Darwis sebagai lelaki mengayomi adik serta kakak perempuannya. Sedang sosok sang ibu yang berjuang merawat anak-anaknya sendiri – sepulangnya dari Rusia, ayah Darwis ditahan selama 12 tahun – menjadi idolanya hingga kini.
Itulah kemujuran kedua Darwis. Didikan sang ayah dan pengidolaan kepada sang ibu menjadikan dirinya tak sulit untuk berdekatan dengan model-model perempuan. Ia luwes membawa diri di hadapan para model, hingga tak ada kekakuan antara mereka. Hasilnya? Bisa Anda lihat sendiri foto-foto model yang cantik nan menawan hasil karyanya.
“Kalau saya mau memotret perempuan, perempuan itu harus cantik seperti sosok ibu saya. Jadi, dari dulu sampai sekarang saya enggak bangga motret perempuan tapi vulgar,” tegas Darwis.