Flegr Sang Detektif Kucing

Rusman Nurjaman

Penulis

Flegr Sang Detektif Kucing

Intisari-Online.com - Jaroslav Flegr mendapati dirinya terinfeksi Toxoplasma ghondii pada 1990. Parasit ini biasanya hidup (dan berkembang biak) pada kucing. Ia baru tahu bahwa parasit ini seringkali meloncat dari kucing ke manusia melalui wadah tinja kucing atau air yang tercemar.

Namun yang benar-benar memukau dia adalah bagaimana parasit itu meloncat dari kucing ke kucing: ternyata lewat tikus. Ketika menginfeksi, “tokso” membajak otak tikus. Akibatnya, si tikus lebih aktif, lebih berani menghadapi bahaya, bahkan secara seksual tertarik aroma urine kucing. Pengetahuan ini membuat Flegr mengembangkan gagasan untuk ditelaah: mungkin tokso mengendalikan otaknya. Rekan-rekannya mengatakan dia sinting. Akan tetapi dugaan profesor Biologi dari Charles University, Praha, Republik Ceko, ini terbukti benar.

Bagaimana Flegr menduga tokso mengendalikannya?

“Saya pikir hal itu menjelaskan perilaku aneh saya - perilaku yang tidak cocok bagi saya, tetapi cocok bagi parasit yang memerlukan inang baru,” begitu terang Flegr kepada National Geographic. Misalnya, saat menyeberangi jalan yang ramai, tetapi tidak cepat-cepat lari ke tepi saat mobil menyembunyikan klakson. Belakangan, ia tahu, orang yang terinfeski oleh tokso ternyata 2,6 kali lebih mungkin mengalami kecelakaan lalu lintas.

Tokso tampaknya memang mengganggu otak sehingga orang menjadi ceroboh. Namun, menurut Flegr, sebenarnya pada manusia tokso sangat memperlambat waktu untuk bereaksi sehingga memengaruhi pula risiko kecelakaan lalu lintas. Orang yang terinfeksi juga cenderung kurang hati-hati . Bagi pria, aroma urin kucing sangat memikat.

Bagi banyak orang fenomena ini sulit dipercaya. Di awal, banyak ilmuwan tak menerima teorinya, sebagian lain menyebutnya gila. Mereka sulit mempercayai bahwa apa yang dialami Flegr itu nyata. Namun, karena tokso mungkin menyebabkan kematian ratusan ribu orang per tahun - dan mungkin juga begitu banyak kasus skizofrenia - pengamatan Flegr itu menjadi penting. Tetapi, masih belum ada obatnya.

Tak mudah bagi Flegr untuk mempublikasikan hasil penelitiannya. Tantangan terutama muncul dari kalangannya sendiri, sesama ilmuwan. Saat dia mengirimkan tulisan ke sejumlah jurnal ilmiah terkemuka, seringkali langsung ditolak, tanpa melalui penelaahan formal. “Mengajukan teori menarik memang mengundang bahaya, seperti ketika saya mengatakan bahwa teori Darwin tak sepenuhnya benar dan dapat disempurnakan. Saya langsung dicap sebagai ilmuwan picisan,” papar Flegr. Akan berbeda reaksinya, lanjut Flegr, jika dia meneliti interaksi molekul, “Mungkin saya akan lebih termasyhur,” timpal dia.

Tetapi, di atas semua itu, ia lebih menyukai masalah yang tidak menarik bagi peneliti lain. Positifnya, dia mengaku sangat senang melakukan penelitiannya.