Penulis
Intisari-Online.com - Untuk mengembalikan kejayaan varietas-varietas padi lokal, kini Ika pada tahap pemurnian kembali terhadap varietas padi yang didapatnya. Maklum, sejak sekitar tahun 1980-an, varietas padi kita seolah tergusur oleh varietas-varietas impor yang katanya unggul itu.
Upaya ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar, karena panen baru bisa dilakukan setahun sekali. Hasil panenan yang masih bercampur ini kemudian dipilah-pilah lagi. Cara membedakan antar-varietas antara lain dengan bertanya kepada para sesepuh yang sempat mengenalinya di masa lalu. Di sinilah mata para orang-orang tua itu berkaca-kaca, karena bisa kembali memegang bulir-bulir padi yang dulu pernah menjadi makanan sehari-hari.
Bank genetik
Kini Ika mengelola lahan tak kurang dari 25 ha dengan produksi yang cukup baik, yakni 8 ton padi per ha. Tak lupa ia mengajak kembali petani setempat - yang dulu menyerah - untuk kembali kepada pola pertanian organik sekaligus menjadi mitranya. Dari sini ia berharap Desa Gasol kembali menjadi lumbung padi varietas lokal, selain akhirnya menjadi “bank genetik” dari benih-benih unggul.
Tentu saja perubahan ini tidak instan. Para petani masih enggan untuk meninggalkan pola penanaman lama, karena takut menanggung risiko.
Sebagai jalan keluar, Ika setuju untuk kompromi sebagian dulu, yakni setidaknya jangan memakai pestisida. “Perlu waktu 2-3 tahun untuk mengembalikan situasi seperti dahulu,” tuturnya.
Kini komunitas GPO juga menyilakan lahannya dijadikan ajang riset, studi banding dan pariwisata ekologis. Hingga kini sudah ratusan (bahkan mungkin ribuan) peneliti (baik dari luar maupun dalam negeri), pengunjung dan pemerhati sekaligus pegiat pertanian organik yang datang ke tempat ini.