Penulis
Intisari-Online.com - Belajar dari kerugian besar saat menggarap perbaikan Jembatan Golyong dan pembangunan jalan raya di Thailand, Hyundai berhasil meraup untung dari proyek jalan raya lain di Thailand. Perusahaan ini kemudian mengerjakan proyek raksasa, seperti proyek Alaska Storm, proyek markas militer, dan perumahan di Guam, proyek dam South Pacific Islands, dan proyek Cam Ramh Bay di Vietnam. Seluruh proyek itu memberi pelajaran berharga mengenai sumber daya manusia dan keuangan bagi Hyundai untuk mengerjakan jalan bebas hambatan Seoul - Pusan di tahun 1968.
Pekerjaan konstruksi jalan tol Seoul - Pusan dimulai 1 Februari 1968. Ju-Yung begitu bersemangat mengerjakan proyek ini, sampai-sampai dia menggotong tempat tidur ke lokasi proyek. Siang malam, tanpa kenal lelah, dia bekerja di sana. Pada masa itulah, untuk pertama kalinya ia menderita nyeri di tulang belakang dan tulang leher. Jalan raya sepanjang 428 km itu dibuka pada 27 Juni 1970.
Pada Desember 1966, 2 tahun sebelum pembangunan jalan bebas hambatan Seoul - Pusan dimulai, Hyundai Motor Company didirikan di Seoul. Sebelumnya, kendaraan bermotor di Korea banyak diimpor dari Jepang. Chung Ju-Yung punya alasan tersendiri dalam membangun industri kendaraan bermotor. "Kemakmuran suatu negara sangat erat kaitannya dengan perkembangan mobilitas dan fleksibilitasnya. Sejarah perkembangan sarana transportasi umat manusia - dari kuda tunggang sampai kapal buatan Inggris di zaman modern dan mobil Amerika abad ini - telah membuktikannya," katanya.
Perusahaan dengan produksi lebih dari satu juta unit per tahun ini pernah merupakan perusahaan otomotif terbesar di Korea. Yang menjadi targetnya adalah masuk dalam lima perusahaan otomotif terbesar di dunia pada 2010.
Namun, dalam krisis moneter 1997 - 1998 kedudukan Grup Hyundai sempat merosot hebat.
Pada masa perintisannya, Chungju-Yung sempat menjalin kerja sama dengan pabrik mobil Amerika, Ford. Namun, Ford cuma berminat menjual suku cadang ke Korea sehingga kerja sama dihentikan. Chung Ju-Yung mengambil keputusan untuk mengandalkan kekuatan sendiri dalam mengembangkan pabrik otomotif. Kemudian, dia mempercayakan Hyundai Motors ke adiknya, Chung Se-Yung. Jalinan kerja sama pun berpindah ke Italia untuk mendapatkan teknologi mobil.
Model Pony pertama keluar dari jalur perakitan Hyundai Motors pada Januari 1976. Itulah mobil pertama yang pernah dibuat di Korea. Didukung oleh kondisi ekonomi yang membaik dan jaringan jalan bebas hambatan yang meluas, serta pasar yang sudah siap, produk domestik itu meraih sukses besar.
Berdasarkan model Pony, Hyundai memperbaharui produk mobilnya menjadi generasi baru. Desember 1984 mobil model Pony dibuat Hyundai Motor Company dengan produksi per tahun 500.000 unit.
Sejauh ini, Hyundai telah menghasilkan belasan model, beberapa di antaranya meraih sukses besar. Model Excel misalnya, meraih sukses di pasar AS. Pada Juli 1988, produksi tahunan sedan model ini mencapai satu juta unit. Pada tahun 1992, model Scoupe menjadi satu dari sepuluh model teratas di AS. Pada tahun yang sama model Elantra mendapatkan penghargaan di Austria. Lalu, pada 1994 mobil sedan model Accent sukses dikembangkan Hyundai Motor Company.
Pengembangan industrinya juga dilakukan dengan membeli KIA Motor Corporation pada Desember 1998.
Mudik bawa sapi
Dalam perjalanannya, Hyundai tidak hanya bergerak di industri konstruksi dan otomotif, melainkan juga industri elektronik, industri berat, keuangan, jasa, serta industri lainnya. Meski berkembang, ada hal yang tetap bertahan di dalam Hyundai, yakni budaya Konfusius.
Kesederhanaan diserap sebagai salah satu ciri Hyundai yang menonjol. Chung Ju-Yung percaya, sebuah perusahaan yang dipimpin orang yang suka berfoya-foya tidak akan berkembang karena foya-foya mendorong dilakukannya korupsi. Sebuah negara dengan pemimpin yang kotpr dan korup juga tidak akan dapat berkembang. Maka, dia mengajak semua keluarga Hyundai untuk berhemat, misalnya setiap lembar kertas kantor harus digunakan kedua sisinya. Dia sendiri memberikan teladan soal ini.
Falsafah itu diterapkannya juga di rumah. "Saya sering mengingatkan anak-anak saya untuk rajin dan hemat." Anak-anaknya selalu berpakaian dan menjalani hidup sederhana. Mereka pun mandiri.
Semasa masih di rumah orangtua, mereka sarapan bersama ayah mereka. Inilah saat bagi keluarganya untuk berkumpul dan berkomunikasi. la berangkat ke kantor bareng dengan saat anak-anaknya meninggalkan rumah.
Ada satu hal yang berlawanan dengan manajemen modern dalam perusahaannya. Chung Ju-Yung mempekerjakan adik-adik dan anak-anaknya dalam perusahaannya. Para penggantinya pun adiknya dan kemudian anaknya.
Dua putranya meninggal mendahului dia, begitupun seorang menantunya. Setelah ia meninggal pada tahun 2001, putranya yang keempat, Chung Mong-Heon salah seorang pemimpin senior Grup Hyundai, secara mengejutkan bunuh diri 4 Agustus 2003 dengan melompat dari jendela gedung bertingkat tinggi. (Hari berikutnya, seorang pengusaha besar di Indonesia, Marimutu Manimaren, melakukan hal yang sama di Jakarta, Red.). Diduga karena Hyundai terlibat skandal penyuapan terhadap pemerintah Korea Utara untuk mempercepat pertemuan Presiden Kim Dae-Yung dari Korsel dengan Kim Yong-Il dari Korut agar Kim Dae-Yung mendapat Hadiah Nobel Perdamaian.
Tahun 1998 Chung Ju-Yung memang "mudik" ke desanya yang sudah ditinggalkannya selama 66 tahun di kawasan yang kini menjadi Korea Utara. Pada tahun 1989, ia kembali berkunjung ke Korut. Ia membawa 1.000 sapi pilihan dalam dua tahap untuk disumbangkan. Katanya, sebagai pembayaran atas uang 70 Won yang ia curi dari ayahnya ketika ia berumur 17 tahun. Anda ingat, ia mengambil uang penjualan seekor sapi itu untuk biaya sekolah akunting. Ia masih melakukan kunjungan-kunjungan lain untuk mempromosikan rekonsialiasi kedua Korea.
Dihujani gelar Doktor Kehormatan
Sebagian orang mengritik Chung Ju-Yung sebagai orang yang kurang pendidikan. Maklum ia cuma lulusan SD. Namun, ia diundang lebih sering dari siapa pun untuk memberi ceramah di mana-mana.
Walaupun ia sendiri kurang mendapat pendidikan formal, ia menganggap pendidikan penting sekali. "Korea tidak memiliki banyak sumber alam," katanya. "Kita mengandalkan otak dan kemampuan teknis. Karena itu, pendidikan penting sekali." Jadi, ia menyisihkan dana besar secara khusus untuk pendidikan. Bukan hanya untuk mendidik adik-adik, anak-anaknya, dan karyawannya, tetapi juga masyarakat luas.
Menurut Hyundai, karyawan adalah aset utama perusahaan sehingga harus diberi kesempatan mengembangkan bakat-bakatnya agar bisa menyumbangkan tenaga dan pikiran lebih baik. Promosi bagi karyawan terutama didasarkan atas sumbangan dan kemampuannya, bukan senioritas.
Tahun 1995, 8 tahun setelah mengundurkan diri sebagai orang pertama di Grup Hyundai, ia mendapat gelar doktor honoris causa untuk ilmu filsafat dari Universitas Korea. "Di masa muda, saya pemah mengusung-usung batu untuk mendirikan universitas ini," katanya dalam upacara penyerahan gelar itu.
Bahkan Universitas John Hopkins yang terkemuka di AS pun pada tahun itu memberinya gelar yang sama untuk kemanusiaan karena ia dianggap berhasil mengatasi pelbagai kesulitan besar dalam hidupnya dan menyumbang banyak bagi kemakmuran Korea. Ia memang dianggap tokoh yang banyak mempengaruhi sejarah negaranya, dari negara yang morat-marit menjadi salah satu "macan" kaliber dunia.
Sebelumnya, ia sudah mendapat gelar doktor honoris causa untuk ilmu ekonomi dari Georgetown University di AS. Ia juga menyandang gelar kehormatan yang sama dari pelbagai universitas lain.
Menurut Chung Ju-Yung, yang pernah merasakan sendiri kemiskinan, hal pertama yang harus diusahakan ialah agar semua orang cukup makan. Setelah itu, baru yang lainnya.
Chung Ju-Yung sendiri, setelah perusahaannya menjadi besar, tetap membanting tulang bagi Hyundai. Namun, bukan lagi untuk menumpuk harta pribadi, melainkan karena didorong oleh tujuan yang lebih luhur. "Kalau perusahaan maju, karyawan juga sejahtera dan kita membayar lebih banyak pajak yang bisa digunakan untuk masa depan negara dan masyarakat luas. Sebuah perusahaan kecil adalah milik pribadi seseorang. Ketika perusahaan menjadi besar, ia menjadi milik karyawannya dan ketika perusahaan itu berkembang lebih lanjut, ia menjadi milik masyarakat dan merupakan kekayaan negara."
Hyundai juga menyumbang banyak untuk olahraga. Korea menjadi tuan rumah Olimpiade tidak lepas dari usaha Chung Ju-Yung sehingga Komite Olimpiade memberinya bintang kehormatan 1998.
Budaya kesetaraan
Chung Ju-Yung berpandangan, "Orang yang paling jujur dalam mengerjakan hal kecil, sering kali paling jujur pula dalam mengerjakan hal yang besar. Orang yang memiliki ketulusan dalam melakukan hal-hal kecil, sering kali akan tulus pula ketika melakukan sesuatu yang besar." Karyawan yang tidak jujur bisa kehilangan "meja" malam itu pula. Hyundai juga berusaha merigembangkan budaya "kesetaraan".
Menurut Chung Ju-Yung, para teknisi, pekerja, dan semua pegawai, bila semuanya merasa diperlakukan setara, sebagai sahabat, akan merasa ikut memiliki Hyundai. Tak seorang pun di Hyundai diharapkan merasa inferior dalam posisinya, dan tak seorang pun diperbolehkan sok superior terhadap yang lainnya.
Di Hyundai tidak ada tangga berjalan khusus untuk CEO sebagaimana di perusahaan lain. Jangan heran, bila sekali waktu Chung Ju-Yung yang baru melangkah masuk ke dalam lift yang penuh sesak, akan mundur kembali untuk memberi tempat kepada orang yang menyerobot karena didorong kebutuhan mendesak.
Di beberapa perusahaan internasional yang besar, lebih sulit melihat CEO-nya ketimbang presiden negara itu. Tapi di Hyundai, Chung Ju-Yung selalu terlihat di tengah-tengah pekerja untuk melakukan supervisi, berdiskusi dengan mereka, atau mendengar keluhan mereka. Ada begitu banyak foto yang dikutip tanpa sepengetahuannya yang menunjukkan orang lain berpakaian resmi sementara dia berkemeja biasa.
Ketika ada waktu luang, Ju-Yung akan bergabung dengan para pekerja, untuk adu panco, minum, atau mengobrol. Dia juga hadir di antara para pekerja dalam kegiatan seperti bermain bola voli dan gulat.
Chung Ju-Yung bersedia datang dan bernyanyi di depan para pekerjanya dalam setiap pesta untuk bergembira bersama mereka. (Intisari)