Find Us On Social Media :

Bermula Mencium Bau

By Agus Surono, Rabu, 7 Agustus 2013 | 15:00 WIB

Bermula Mencium Bau

Intisari-Online.com- Sebuah kepedulian tak jarang berawal dari hal sederhana. Yang berhubungan dengan diri sendiri. Lalu jiwa membuka diri dan hati pun bergerak. Seperti itulah yang dialami Nadam Dwi Subekti.

Bermula dari bau sampah yang tercium sampai ke perumahannya di kawasan Bantargebang tahun 2004, Nadam akhirnya menemukan sumber bau itu. Ya, tempat pembuangan akhir (TPA) Bantargebang yang menjadi timbunan sampah dari Jakarta.

Nadam kemudian berkenalan dengan beberapa orang di TPA dan mengetahui waktu itu banyak anak-anak pemulung yang tidak sekolah. "Akhirnya saya terjun mengajar mengaji dan selanjutnya membuat sekolah di sini," ujar Nadam saat ditemui di Sekolah Alam Tunas Mulia Bantar Gebang, Rabu (31/7).

Sekolah Alam yang berdiri sejak 13 Oktober 2006 itu terbentang di tanah wakaf seluas 6.000 meter persegi. Di atasnya terdapat perpustakaan, pendopo, koperasi, mushola, dan kandang kelinci, kolam ikan, dan tempat bermain yang sederhana. Sayang, tempat bermain ini beberapa peralatan sudah berkarat dan dapat membahayakan penggunanya.

Nadam yang lulusan S1 Ilmu Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto ini mempunyai alasan tersendiri mengapa lebih memilih model sekolah alam daripada mendirikan sekolah formal. "Modelnya sekolah alam karena biasanya mereka di rumah sudah sumpek. Jika sekolah formal, nanti di sekolah sumpek juga. 'Kan kasian. Lagipula kalau di dalam kelas nanti bau sampahnya akan terasa karena biasanya anak-anak ke sini setelah memulung sampah. Baunya menempel," kata dia.

Butuh perjuangan memberdayakan anak-anak di lingkungan seperti itu. Orangtua pasti menentang karena anak-anak merupakan sumber tenaga dalam bekerja. Jika mereka bersekolah maka pendapatan memulung juga berkurang. Para orangtua tidak begitu melihat pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka. Namun, perlahan-lahan Nadam dapat merangkul warga sekitar dan tokoh-tokoh setempat untuk mendukung dan berkontribusi dalam Sekolah Alam Tunas Mulia ini.

"Salah satu kesulitannya adalah memfokuskan anak-anak untuk belajar. Biasanya anak laki-laki kalau sudah besar diharapkan orangtua untuk memulung karena tenaganya mereka lebih kuat. Jadi dapat memulung dalam jumlah banyak. Kalau sudah sekolah umumnya mereka susah untuk memulung. Selain itu di sini anak perempuan di umur muda ada yang sudah menikah. Kami mengedukasi anak-anak, mendorong untuk sekolah dan kuliah, memberikan contoh yang bagus dan kami carikan pekerjaan," kata dia.

Dibantu dengan 12 pengajar serta bantuan tenaga dari para mahasiswa, para anak-anak pemulung dapat merasakan pendidikan gratis. Selain itu, bantuan dari berbagai donatur baik perusahaan maupun yayasan terus berdatangan. Sekolah memberikan penghargaan bagi anak-anak yang rajin dan berprestasi dengan cara memberikan beasiswa sekolah. Hingga saat ini Sekolah Alam Tunas Mulia dapat memberikan beasiswa bagi para murid untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke SMK dan universitas.

"Setelah dari sekolah alam, kalau mau lanjut SMA atau SMK kami biayain. Sekarang ada 10 anak yang mendapatkan beasiswa full SMK dari kami, ada empat orang anak yang sudah berkuliah dan kami biayai juga. Walaupun mereka ijazahnya bukan ijazah sekolah formal, tapi ijazah paket dari Dinas Pendidikan, namun kualitas mereka tidak kalah dari anak-anak yang bersekolah formal," ujar Nadam bangga.

Hingga kini masih banyak anak-anak pemulung dan kaum dhuafa di TPA Bantar Gebang yang masih memerlukan pendidikan. Nadam dan para pengajar lainnya hanya bisa berharap anak-anak yang mereka didik kelak bisa memiliki masa depan yang cerah dan dapat menjadi orang yang berhasil di hidupnya.

"Harapan kami bisa mengubah keadaan anak-anak menjadi punya masa depan, tidak jadi pemulung lagi. Orangtuanya pemulung namun mereka jangan jadi pemulung juga," katanya.

Ke depan Nadam juga ingin mendirikan pasar khusus pemulung. "Mereka kalau berbelanja harus ke pasar terdekat dan itu membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Jika ada pasar di sekitar lokasi akan sangat membantu mobilitas mereka," harap Nadam.