Penulis
Intisari-Online.com – Bulan Agustus ini Intisari merayakan ulang tahunnya yang ke-50. Setengah abad! Bukan masa yang pendek. Bisa dibilang sudah setengah baya malah. Bagaikan anak, proses tumbuhnya juga perlahan-lahan, mulai dari merangkak, belajar berjalan, sampai mampu berdiri tegap dan melangkah. Setiap tahun kami berubah penampilan dan semakin semarak. Namun, misinya masih tetap sama: menyajikan bacaan menarik dan bermanfaat yang enak dibaca.
Intisarilahir bugil seperti bayi, tanpa kulit muka, tanpa warna-warni. Maklum lahirnya di zaman serba sulit, pada tahap terakhir zaman Orde Lama (Orla). Ekonomi sedang berantakan dan inflasi tidak terkendalikan. Waktu itu kampanye melawan “nekolim” (neo kolonialisme) juga sedang gencar-gencarnya, sehingga hampir tidak ada majalah luar negeri yang masuk.Itulah yang menggugah Pak P.K. Ojong (almarhum) dan Pak Jacob Oetomo untuk menerbitkan majalah yang bisa memperluas cakrawala. Bahwa cita-cita mereka berhasil, terbukti bahwa Intisari bisa bertahan setengah abad dan masih tetap sehat dan penampilannya tambah semarak.
Betapa sulitnya ekonomi waktu itu mungkin tercermin dari perubahan harga Intisari. Kalau Intisari pertama yang terbit Agustus 1963 harganya Rp60,00 untuk dalam Jakarta dan Rp65,00 untuk luar kota, pada bulan Februari 1965 harganya sudah Rp210,00 dan Rp220,00 untuk dalam dan luar Jakarta. Maret 1966 harganya sudah Rp2.500,00.Mungkin perlu dicatat bahwa tanggal 13 Desember 1965, uang Rp1.000,00 lama diubah nilainya menjadi Rp1,00 uang baru. April 1966 Intisari pertama kali dihargai dalam uang baru, yakni Rp2,75. Namun, harga Intisari dua tahun kemudian, yakni Juli 1968, sudah Rp60,00. Itu sekadar untuk menggambarkan betapa besar gejolak moneter pada waktu itu.
Masa bugil Intisari tidak berlangsung lama. Desember 1963 Intisari sudah berbaju, biarpun baju dari kertas HVO biasa dengan gambar dua warna. Warna itu kemudian menjadi tiga dan akhirnya empat, ketika gambar sampul depan diganti dengan foto, umumnya foto alam.
Edisi perdana Intisari dicetak 10.000 eksemplar dan ternyata laris manis sehingga bulan berikutnya tiras langsung ditambah menjadi 12.000 eksemplar.
Jumlah halaman Intisari perdana 128 halaman, kemudian menjadi 160 dan sejak Desember 1973 bertambah menjadi 192. Pertengahan tahun 2000 hingga pertengahan 2003, Intisari pernah beredar lebih tebal dengan 208 halaman. Dengan kenaikan harga kertas dan biaya produksi lain, Intisari kembali beredar dengan 194 halaman hingga sekarang.(*)