Find Us On Social Media :

Lorong Masa: SK. Trimurti, Saksi Mata Proklamasi yang Pernah Menolak Menjadi Menteri (1)

By Verena Gabriella, Sabtu, 17 Agustus 2013 | 10:00 WIB

Lorong Masa: SK. Trimurti, Saksi Mata Proklamasi yang Pernah Menolak Menjadi Menteri (1)

Intisari-Online.com - Sebagai perempuan pejuang, SK Trimurti "beruntung" berumur panjang dan menjadi saksi mata sejarah bangsa ini: mulai proklamasi hingga reformasi. la wafat di usia 96 tahun, juga bisa disebut "beruntung" sebab tepat saat bangsa kita memperingati seabad Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2008.

Namun sebagai pejuang, perempuan bernama panjang Surastri Karma Trimurti ini tidak selamanya beruntung. la beberapa kali masuk penjara pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Bahkan ia terpaksa membawa bayinya yang masih menyusui ikut "masuk penjara".

Di masa lampau, karier para pemimpin bangsa memang kerap melompat "dari penjara ke kabinet (beda dengan kini yang trend-nya justru melompat "dari kabinet ke penjara). Hal lain yang istimewa pada diri Trimurti adalah kedudukannya sebagai satu dari sedikit orang yang hadir langsung saat Presiden Soekarno membacakan naskah Proklamasi, 17 Agustus 1945.

Saat Merah Putih hendak dikibarkan, sempat diusulkan agar pengibaran itu dilakukan oleh Trimurti. Namun Trimurti dengan rendah hati menyerahkan tugas itu kepada anggota Pembela Tanah Air (PETA) yang memang sudah terbiasa mengibarkan bendera.

Trimurti juga menonjol sebagai insan pers. Soekarno ikut andil dalam mendorong Trimurti ke dunia tulis-menulis. Putri Wedana itu awalnya ditantang menulis di surat kabar Fikiran Ra'jat yang dipimpin Soekarno. "Kau bisa!" kata Bung Karno, ketika Trimurti mengelak dengan alasan belum punya pengalaman menulis di koran. Tak dinyana, dari sinilah justru kariernya sebagai penulis terus melaju.

Trimurti lahir di Boyolali, Surakarta, pada 11 Mei 1912, berayahkan seorang Wedana. Setamat Sekolah Ongko Loro, Trimurti melanjutkan ke Sekolah Guru, Ia lulus dengan nilai terbaik dan diangkat sebagai guru, antara lain di Banyumas. Di sinilah ia mulai berorganisasi dengan menjadi anggota Rukun Wanita dan mengikuti rapat-rapat Budi Utomo.

Pada Februari dan Maret 1933, Partindo yang dipimpin Soekarno aktif melakukan rapat umum di Jawa Tengah. Trimurti bersama temannya, Suprapti yang juga guru, mesti berangkat naik dokar dari Banyumas ke Purwokerto untuk mendengarkan pidato Bung Karno. Aksi Trimurti dan kawan-kawan rupanya membuat geram penjajah.(Bersambung)