Find Us On Social Media :

Inspirasi Anti-Korupsi (4): Spirit Perlawanan Menurun?

By Ade Sulaeman, Senin, 14 Oktober 2013 | 15:55 WIB

Inspirasi Anti-Korupsi (4): Spirit Perlawanan Menurun?

Berikut ini artikel keempat dari artikel tentang tokoh inspiratif Sumijan bin Kemis yang berjuang melawan korupsi di Kota Bontang, Kalimantan Timur. Artikel pernah dimuat di majalah Intisari edisi Agustus 2012.

--

 

Intisari-Online.com - Sumijan berkali-kali diperiksa polisi gara-gara melakukan demo dan mengkritik penguasa di Kota Bontang. Sekali tempo ia babak be-lur dihajar preman saat melakukan demo mengungkap kasus KKN. Wajahnya nyonyor tak berbentuk. Begitu juga sekujur tubuhnya.

Selang beberapa hari kemudian ia malah dilaporkan ke polisi. Ia diadili dan divonis tiga bulan penjara. Naik banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung (MA), akhirnya ia dijebloskan ke LP Teng-garong.

Selain digebuki preman, keselamatan dirinya juga mengkhawatirkan. Rumahnya nyaris dibakar gara-gara kevokalannya.

Mungkin kalau didaftarkan di MURI, aksi demo yang dilakukan Sumijan akan tercatat sebagai demo paling sering di Kota Bontang. Hampir setiap hari Sumijan membawa kelompoknya demo ke jalan-jalan, menggalang gerakan antikorupsi.

Setiap kali demo jumlah massanya mencapai ribuan orang, sebagian besar rakyat kecil, rakyat jelata yang hidupnya pas-pasan. Tak jarang terjadi dialog antara mereka dengan masyarakat yang menyaksikan. Bahkan sesekali Sumijan memberikan kuliah umum kepada masyarakat setempat.

Ia juga diusir secara halus dengan cara pemilik tempat yang akan dijadikannya tempat berdagang, membatalkan perjanjian tanpa sebab. “Saya jadi pusing.”

Tapi di balik kegelisahan itu, optimisme tetap ada. Ia sangat yakin bahwa keadilan akan datang. “Percayalah, alam akan melaporkan semua penderitaan, semua tetesan air mata rakyat kepada Sang Khalik, Sang Maha Kuasa, Sang Maha Melihat, Sang Maha Adil.”

Begitulah Sumijan, tokoh antikorupsi kelas lokal yang mencoba mentransformasikan semangatnya menjadi gerakan bersama yang bersifat nasional. Ternyata, keresahan masyarakat akan korupsi terjadi di hampir semua bagian negeri.

Itulah yang membuatnya tetap bersyukur, tetap berjuang, sembari menjalani kehidupan dengan melayani para pembeli “Empekempek Juara” yang dijualnya. Karyawannya puluhan orang.

“Sekarang saya kembali menjadi pedagang kaki lima, jualan es dan empek-empek. Alhamdulillah karyawan saya sekarang 20 orang. Walau lokasinya masih nyewa dan pindah-pindah, saya merasa bersyukur karena hidup saya telah bermakna untuk orang lain,” tuturnya.

Mulai menurunkah spiritnya memerangi korupsi? “Oh tidak..! Tidak akan pernah padam karena pertanggungjawabannya ada di akhirat.” (Achmad Subechi, Editor in Chief Tribun Kaltim)