Penulis
Intisari-Online.com - Mak Sahati (67) memang pemulung sebatang kara yang bergulat dengan barang bekas, sampah, dan kekotoran. Namun, kebersihan dan kekayaan hatinya membuat hati siapa pun bergetar. Meski penghasilannya sedikit, ia berani berkurban pada Idul Adha 2013 ini. Untuk berkurban, Mak Sahati tak semudah para calon presiden yang bisa pamer dengan kurbannya. Ia harus berjuang untuk mengumpulkan uang selama 7 tahun. Mak Sahati juga tak perlu memanggil wartawan untuk mempromosikan kurbannya. Namun, kerendahan, ketulusan, dan keteguhan hatinyalah yang membuat perbuatannya itu bergema ke mana-mena, menjadi inspirasi sejati tanpa rekayasa media atau politik praktis. Warga Kampung Kutalebak, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi, Jawa Barat ini sejak kecil dufah yatim-piatu. Ia harus ikut uwak atau kakak orangtuanya. Kini ia sebatang kara dan harus menjadi pemulung untuk bertahan hidup. Sehari-hari dia mengumpulkan botol bekas. Soal penghasilan, saat diwawancara Kompas TV ia mengatakan, “Enggak tentu dapatnya. Nabungnya juga enggak tentu. Kadang Rp 5.000, kadang Rp 6.000, berapa aja dapatnya, paling banyak Rp 12.000." Hadir dalam wawancara Kompas TV, Selasa (15/10/2013) malam, Sahati mengatakan dia menabung pun tak bisa setiap hari. “Kadang dua macam (dua kali), kadang tiga macam seminggu. Enngak tentu,” ujar dia. Sahati menabung di bawah bantal, dalam sebuah amplop. Bila uang di bawah bantalnya sudah mencapai jumlah tertentu, Sahati menitipkan uang itu pada tetangannya, dengan alasan keamanan. Ia tak terlalu akrab dengan bank. Tahun ini seluruh jerih payahnya membuahkan hasil. Seekor kambing seharga Rp 2 juta bisa dia beli, sebagai kurban di Idul Adha 1434 H.