Find Us On Social Media :

Polisi Hoegeng Iman Santosa, Sosok Polisi Jujur (2)

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 15 Januari 2015 | 16:00 WIB

Polisi Hoegeng Iman Santosa, Sosok Polisi Jujur (2)

Intisari-Online.com – Pak Hoegeng anak Pekalongan, sebab itu berbahasa Jawa logat Bagelen. Dilahirkan tanggal 14 Oktober 1921 dari keluarga Soekario Kario Hatmodjo. Adik tunggalnya bernama Titi Sudjali, sekarang nyonya Kolonel Hutomo Mastap di Cimahi.

Menjadi polisi memang cita-citanya sejak kecil. Sebagai seorang kepala jaksa ayahnya mempunyai banyak kenalan di korps kepolisian. Antara lain Komisaris Polisi Ating Natakusumah yang sering datang ngobrol ke rumahnya sore-sore. Dari Pak Ating inilah si kecil Hoegeng acapkali mendengar cerita tentang pekerjaan-pekerjaan polisi.

Antara lain Pak Ating sering berkata, “Bila jadi polisi, kamu akan dekat dengan rakyat, sebab rakyat yang kesusahan selalu minta tolong pada polisi.” Kata-kata itu rupanya meresap dalam hati Hoegeng yang setelah melewati Hollandsch Inlandsche School (HIS), Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) - keduanya di Pekalongan - dan Algemene Middelbare School (AMS) di Yogyakarta pada tahun 1940, berkata pada ayahnya, “Pak, saya mau masuk sekolah polisi.”

Tapi untuk masuk kursus komisaris polisi seperti Pak Ating, Hoegeng belum memenuhi syarat. Sebab yang diterima hanya yang berijazah lebih dari AMS. Paling-paling Hoegeng hanya bisa masuk kursus Inspektur Polisi. Ia pun mau. Tapi ada kesulitan lain. Ayahnya, seorang nasionalis yang “sombong” kepada Belanda. Tidak mau memohon-mohon ketika anaknya mendaftar. Ini menyebabkan anaknya menemui banyak rintangan.

Akhirnya Hoegeng menjadi siswa Rechts Hoge School (RHS) di Batavia dengan tidak melepaskan cita-citanya untk meneruskan ke Kursus Komisaris Polisi, bila dari RHS nanti sudah menggondol titel Meester in de Sechten.

Tapi cuma dua tahun Hoegeng bersekolah di Batavia, sebab pada tahun 1942 Jepang masuk. RHS itu ditutup. Ia menganggur. Selama periode tak bersekolah ini yang berlangsung kira-kira tiga bulan, Hoegeng mencari duit. Keliling ke Pati, Pekalongan, Semarang, dan sekitarnya menjual buku-buku pelajaran bahasa Jepang. Selama masa itu sempat pula ia bekerja sebagai penyiar pada radio Semarang, meskipun cuma beberapa hari.

Hingga akhirnya pada suatu hari keluar suatu pengumuman. Jepang membuka kursus-kursus Inspektur Polisi di beberapa kota, antara lain di Pekalongan. Tujuan Jepang ialah membentuk polisi-polisi baru untuk menggantikan polisi-polisi Belanda yang semua sudah diinternir. Hoegeng mendaftar. Bersama 180 pemuda di kotanya, ia mengikuti tes masuk. Hanya sebelas yang lulus, ia ikut beruntung. Maka pada tahun 1942 itu mulailah calon Pangak ini untuk pertama kali menjalani pendidikan kepolisian.

-----

*) Tulisan ini pernah dimuat di Intisari edisi Juni 1969, dengan judul asli Panglima AKRI: Komdjenpol Drs. Hoegeng Iman Santosa. Ditulis oleh Edward Linggar G, mengisahkan bagaimana sosok Polisi Hoegeng Iman Santosa,  yang kita kenal sebagai sosok polisi yang jujur.