Penulis
Intisari-Online.com – Lagi-lagi kisruh di dunia penerbangan. Kali ini masalah penerbangan yang delay. Sosoknya ini tak begitu dikenal di kalangan pengusaha, begitu pun di dunia penerbangan. Padahal saat ini ia menorehkan sejarah yang mencengangkan dalam bisnis penerbangan Indonesia, bahkan dunia. Mari, kita mengenal sosok misteri Rusdi Kirana di Balik Lion Air. Berikut ini adalah petikan wawancara dengan Rusdi Kirana dengan Reni Rohmawati, wartawan Majalah Angkasa.
--
Bagaimana Anda bisa menggiring mereka ke arah yang Anda mau?
Awalnya sulit, kalau kita belum berikan sesuatu. Ini kejadian waktu di Timor Leste (seraya menunjuk foto yang Angkasa bawa). Saya tersenyum di sini, padahal sedang ada masalah. Saya punya enam pilot, lima minta berhenti. Di situ saya diuji; di-fait accompli. Waktu itu saya punya satu pesawat B737- 200 PK-LIA. Mereka mau bargain macam-macam. Pada saat itu, saya tak mau dengar. Kita tak akan biarkan dan tak akan saya setujui. Lebih baik perusahaan tutup daripada mereka menekan saya. Itu proses saya diuji oleh orang-orang ini. Akhirnya, saya harus bisa memotivasi. Ternyata membuahkan hasil. Hasilnya, mereka percaya.
Bagaimana Anda membangun loyalitas? (Sekarang Lion Air Group memiliki sekitar 20.000 karyawan)
Tidak perlu yang loyal. Loyalitas bisa dibangun kalau mereka punya kepentingan juga. Loyalitas itu tak bisa hanya dari yang ada pada diri kita, tapi kalau kita memikirkan mereka dan memberikan apa yang mereka butuhkan, seperti membangun perumahan untuk mereka. (Lion City dibangun di are 30 hektare di kawasan Telaga Bestari, Balareja)
Dalam wawancara Angkasa 12 tahun lalu, nasihat orangtua Anda adalah mesti punya hati nurani. Apa yang Anda wujudkan dari nasihat itu?
Kita bicara perumahan bagi karyawan. Kalau kita bicara mengenai loyalitas karyawan, malah kita harapkan mereka enggak tinggal lama. Kenapa? Contoh, sopir. Makin lama mereka kerja, obligasi makin mahal. Kalau ganti yang baru, gaji turun. Tapi kita bangun itu atas dasar nurani, bukan bangun loyalitas.
Ada kasus-kasus yang terkait layanan, sepertinya Lion Air tak punya hati nurani?
Kalau mereka berpikir ke sana, saya tak bisa berdebat karena itu pembuktiannya sangat subjektif. Tapi saya bisa mengatakan yang mereka tak bisa menyangkal. Saya membuat di Indonesia orang bisa bepergian dengan murah. Kalau dianggap saya tak punya nurani, dari mana mereka bisa bepergian sekarang dari kota A ke kota B; tujuan apa pun dengan harga tiket terjangkau?
Kalau kita bicara nurani soal pelayanan, itu subjektif. Nurani yang harus kita pertahankan adalah bagaimana orang itu jangan kita kurangi kemampuannya dalam membeli. Kita jangan jual dengan harga mahal, bagaimana harga tetap terjangkau. Kalau seandainya orang suka atau tidak suka, itu subjektif. Yang objektif adalah how they can build an airport to buy the ticket that pays and brings to any destination.
Kita bikin Medan-Nias dan Medan-Sibolga. Istri ajak pulang kampung ke Sibolga. Saya malas. Dari Jakarta ke Medan dua jam lebih, dari Medan naik kendaraan lagi. Kalau saya browsing, ada Wings Air. Sekarang saya susur dua kampung. Itu bicara orang punya uang. Jangan bicara lagi soal tidak punya uang. Dulu, orang Padang yang terbang hanya orang Semen Padang dan Universitas Andalas. Sekarang semua orang bisa terbang. Makassar-Kolaka, misalnya, dengan penerbangan hanya 45 menit, kalau enggak 16 jam. Kita menerbangkan 110.000 penumpang, 800 penerbangan per hari, dengan OTP (On Time Performance) 75 persen. Hampir 60 kota kita terbangi di Indonesia; dari Banda Aceh sampai Merauke, dari Lhokseumawe sampai Nabire, dari Melanguane sampai Ende.
Bagaimana dengan kejadian di Manado? (Penumpang kepanasan, sampai membuka pintu darurat)
Tak usah berdebat dan membela diri. Yang kita lakukan, kita perbaiki. Saya panggil direktur teknik, direktur operasi, danground handling. Kelemahan kita ini pada orang, dan ini yang harus dibangun. Saya juga harapkan kayawan saya care terhadap penumpang, walaupun ini tidak mudah.
Penumpang sekarang juga tak mudah, dengan emosi yang berbeda-beda. Kita tak perlu berdebat dengan mereka. Saya tak mau diwawancara, tak pernah berikan statement. Kenapa? Kita tak perlu defense. You can say I’m wrong, oke karena memang saya di pelayanan. Dalam layanan saya tak mau debat agar orang itu mengatakan saya benar. Kamu mengatakan saya benar, setelah kamu merasakan produk saya.
Kalau kamu anggap produk saya tak benar, ya saya perbaiki. Tapi kalau saya anggap produk saya sudah benar, it’s your choice. Kita tak bisa mencari alasan dari kegagalan kita. Yang kita lakukan adalah kita improve diri kita.
Apa dampak kejadian Manado bagi Anda?
Luar biasa kejadian Manado itu. Saya pun terkaget-kaget. Saya pikir biasa saja. Saya tahu beberapa orang yang iseng. Saya punya bukti, tapi yang rugi kalian. Kalian jadi tak fokus dan rugikan diri sendiri. Kapan-kapan,coba mbak Reni merenung.Airlines mana di Indonedia, even di ASEAN, mungkin di Asia, di dunia, yang mengalami fatal, sangat fatal. Dari masalah pilot trust, incident, accident, problem pesawat terbesar, sampai market share 50 persen. Tak ada.
Pak Chappy telepon saya, ‘Mental lu kuat!’ Kenapa? Tak kuat mental saya. Saya menangis di ruangan saya, tapi tak di luar. Di luar saya tersenyum. Saya menangis tersengguk-sengguk. Waktu saya menangis itu, ada anak saya melihat. Saya juga dapat tekanan tinggi, tapi saya berusaha untuk tough. Salah satu yang membuat saya lebih tough: tutup kuping, tutup mata, tutup mulut.
Mungkin orang marah karena mereka terpengaruh oleh berita-berita itu, seakan-akan kita ini tak punya nurani. Kita tak salahkan mereka. Kita tak peduli ini pelayanan lagi ada masalah. Yang kita mau adalah giving good service. Saya juga tak salahkan infrastruktur.Saya juga tak mau hipokrit.
Yang membuat saya lebih kuat dalam hidup, saya berdoa. Tuhan, terima kasih saya masih ada kesehatan dan rezeki. Waktu saya berdoa, saya membayangkan zaman saya waktu susah. Saya membayangkan kalau saya tak punya apa-apa. Di situ saya merasa encouraged. Tak usah berpikir hal-hal yang membuat kita jadi dis-couraged. Kita harus mengerti, di bidang ini kejadian seperti itu pasti terjadi. What did you expect dengan penerbangan yang sangat besar itu? Banyak airlines yang alami seperti saya juga, tapi kenapa tak diekspos? Saya dalam 13 tahun dengan pencapaian sampai hari ini, gila! Misteri apa ini?
--
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 2013, dengan judul asli “Rusdi Kirana: Sosok Misteri – Who Makes People Fly.”