Nasihat Sri Sultan Hamengku Buwana IX kepada Adam Malik

Lily Wibisono

Penulis

Nasihat Sri Sultan Hamengku Buwana IX kepada Adam Malik

Intisari-Online.com -Sri Sultan Hamengku Buwana IX sangat irit kata-kata. Ia jarang memberikan pernyataan terbuka. Sebagai tokoh yang sangat menjaga citranya, ia termasuk sangat hati-hati dan santun. Tapi kepada Adam Malik, menteri luar negeri (1966-1977) yang terkenal dengan ucapan, “Semua bisa diatur” ini, ia pernah memberikan nasihat.

Buku yang mendalami pandangan politik dan motivasi di balik sikap politik HB IX ini, tidak berpretensi berhasil mengungkapkan fakta. Tetapi ada beberapa hal yang dengan tegas diungkapkan oleh Monfries, misalnya tentang Serangan Umum 1 Maret 1949. Idenya bukan dari Soeharto seperti yang tercermin pada gambar di monumen Serangan Umum di Jln. Malioboro. “Idenya dari HB IX, dan Soeharto adalah operator yang sangat efisien.”

Secara keseluruhan, Monfries menilai HB IX adalah politisi pragmatis yang tidak mengikuti ideologi tertentu. Ia juga adalah ikon politisi yang menjunjung kesantunan dalam berpolitik. Dukungannya terhadap kegiatan revolusi sudah dimahfumi banyak pihak. Dengan dana pribadi, ia mendukung kehidupan keluarga para pemimpin bangsa ketika mereka dibuang; mengirimkan abdi dalemnya untuk membantu dan menjamin kehidupan mereka.

Adnan Buyung Nasution, tokoh nasional yang akrab dengan peristiwa dan orang-orang besar negeri, hadir memberikan sambutan di awal diskusi. Di awal Orde Baru, peranan HB IX terhadap ekonomi negara, saat ia menjadi wakil presiden (1973-1978) tak diragukan. “Pada masa itu, Soeharto belum dikenal di luar negeri. Yang dikenal baru HB IX.”

Menurut Buyung, sebagai pemimpin HB IX lebih santun ketimbang umumnya pemimpin, lebih liberal dibandingkan dengan Soeharto. Adam Malik pernah menuturkan kepada Buyung, pembicaraannya dengan HB IX. Waktu itu Adam Malik menanyakan pendapat HB IX, tentang tawaran jabatan wakil presiden dari Soeharto. Menurut Adam Malik, HB IX menasehati, “Sebaiknya jangan diterima, karena Anda akan menyesal.” Inilah cara santun HB IX mengutarakan ketidakpuasannya, terkait sikap Soeharto yang tidak terlalu suka mendengarkan pandangan para wakil presiden. Kita tahu, Adam Malik kemudian menjadi wakil presiden juga menggantikan HB IX.