Penulis
Intisari-Online.com – Ini adalah sebuah kisah nyata yang terjadi di China Bagian Barat di daerah gurun pasir yang gersang di Provinsi Cing Hai. Di Provinsi ini, air sangatlah sulit didapatkan. Sepanjang mata memandang hanyalah gurun pasir, kering gersang tak ada sumber air. Hidup para penduduk daerah ini sangat bergantung pada pengangkutan air jarak jauh. Pemerintah setempat menugaskan para tentara lokal untuk mengangkut air.
Pemerintah di Propinsi ini memberlakukan peraturan yang sangat ketat akan penggunaan air bagi setiap penduduknya. Setiap penduduk, masing-masing hanya mendapat jatah 3 liter air untuk satu orang setiap harinya.
Pada suatu hari yang cerah, di suatu daerah di bagian propinsi ini, tampaklah seekor sapi tua tiba-tiba melepaskan diri dari ikatan tali di lehernya. Dengan berjalan tertatih-tatih ia menuju jalan raya yang merupakan jalur truk-truk air akan lewat. Ia berhenti tepat di tengah jalan itu. Tetapi saat itu, truk berisikan air lewat. Sapi itu tetap berjalan mengarah ke depan truk tersebut dan memaksa truk tersebut berhenti. Dengan keheranan sopir truk tersebut turun dan berusaha mengusir sapi tersebut. Namun usahanya sia-sia saja. Sementara sapi itu terus saja memandangi truk air tersebut. Seakan-akan hendak mengatakan sesuatu. Situasi ini terus berlangsung beberapa saat dan mengakibatkan kemacetan besar.
Para pengendara motor dan mobil tidak sabar dan menggerutu. Beberapa orang yang tidak sabar berusaha mengusir dengan api, tetapi sapi itu tetap bertahan. Kemudian pemilik sapi tiba di tempat kejadian dan mencambuki berkali-kali, sedemikian kuat, sampai-sampai kulit badan si sapi sobek, tapi hewan ini tetap bertahan dan tidak beranjak sedikitpun.
Rintihan memilukan dari sapi tua nan kurus itu sangat tragis sehingga para petugas dan beberapa pengendara meneteskan air mata. Akhirnya, seorang tentara yang bertanggung jawab akan penggunaan air di daerah itu berkata, “Biarlah sekali ini saya melanggar peraturan! Saya siap untuk mendapat hukuman.”
Dia mengambil wadah air dengan separuh isi (satu setengah kilo air) dan menempatkannya di depan sapi tersebut. Tapi air tersebut tidak disentuhnya. Tiba-tiba sapi itu memandang ke arah matahari terbenam dan melenguh dengan keras. Beberapa saat kemudian seekor sapi kecil muncul dari belakang tumpukan pasir, berlari dengan sempoyongan, cepat-cepat menuju wadah air itu. Sapi tua yang terluka itu memandang dengan penuh kasih sayang pada sapi kecil itu sampai sapi kecil selesai minum air. Dengan air mata berlinang, ibu sapi dan sapi kecil itu saling menjilat mata masing-masing. Tanpa suara, mereka mengekspresikan kasih mereka satu sama lain.
Kemudian, sebelum seorangpun mengusir mereka, mereka meninggalkan tempat kejadian itu dan membiarkan semua orang di sana terdiam dan berpikir dalam hati masing-masing. (Bulir)