Pertemanan dengan Dasar Welas Asih

K. Tatik Wardayati

Penulis

Pertemanan dengan Dasar Welas Asih

Intisari-Online.com – Diskusi menu untuk gathering minggu depan sudah berlangsung sekitar setengah jam, tanpa tanda-tanda akan diperoleh kesimpulan.

Padahal acara kumpul-kumpul itu hanya melibatkan tujuh orang teman satu SMA yang dulu tergabung dalam grup “Gil-N”, kependekan Gila Nonton. Gilang yang tinggi kekar hanya suka makanan daerah asalnya. “Membuatku terkenang Ibu,” katanya memberi alasan dengan mata berkaca-kaca melankolis. Maklum saja, ibunya baru meninggal tahun lalu.

Napa sih makanan harus daerah. Sekarang ‘kan zaman globalisasi. Internasional dikit dong …. Kalau perlu fine dining with wine …,” sahut Della, sembari lewat berlenggak-lenggok centil. Kalau bukan Della, mungkin tinju Gilang yang mengepal itu sudah melesat. Dia hanya melirik sakit hati.

Ting, ting, ting, bunyi gelas diketuk dengan garpu. Shanti, yang sejak dulu selalu pemimpin. Shanti yang selalu tahu cara menengahi.

“Kita punya selera masing-masing, please, please, hargai dong. Aku usul gimana kalau kita masing-masing bawa satu menu kesukaan orang lain. ‘Kan tujuan kita ngumpul untuk memelihara persahabatan?” Semua terpana mendengar kegeniusan Shanti.

Seketika setiap orang sibuk bertanya kepada teman di sisi kanannya, tak ada lagi yang ingat kesukaannya sendiri. Hanya dalam waktu lima menit, menu lengkap minggu depan sudah diperoleh. Dan lihat, semua berseri-seri.

Demikianlah ikatan pertemanan mereka tak lekang oleh zaman, karena benang yang mengikatnya bernama welas asih. Bukan tangan besi yang merengkuh dengan kekerasan. (Lily Wibisono – Intisari Maret 2016)